Sejarah Perjanjian Tumbang Anoi
Untuk mempersatukan wilayah borneo, maka pada tahun 1894, atas prakarsa Damang Batu, dari desa Tumbang Anoi di Kalimantan Tengah mengumpulkan semua or
ang yang memiliki gelar tamanggung, damang, dambung, dohong..se-Borneo, dalam perjanjian Tumbang Anoi.Perjanjian Tumbang Anoi sendiri dimulai dengan pertemuan pendahulu yang disebut dengan Pertemuan Kuala Kapuas, pada tanggal 14 Juni 1893. Dalam pertemuan tersebut membahas beberapa hal sebagai persiapan untuk melakukan pertemuan yang lebih besar, diantaranya adalah :
1. Memilih siapa yang berani dan sanggup menjadi ketua dan sekaligus sebagai tuan rumah untuk menghentikan 3 H (Hakayau=Saling mengayau, Hopunu=saling membunuh, dan Hatetek=Saling memotong kepala musuhnya).
2. Merencanakan di mana tempat perdamaian itu.
3. Kapan pelaksanaan perdamaian itu.
4. Berapa lama sidang damai itu bisa dilaksanakan.
Damang Batu saat itu menyanggupi untuk menjadi tuan rumah sekaligus menanggung biaya pertemuan yang direncanakan berlangsung selama 3 bulan tersebut. Karena semua yang hadir juga tahu bahwa Damang Batu memiliki wawasan yang luas tentang adat-istiadat yang ada di Kalimantan pada waktu itu, maka akhirnya semua yang hadir setuju.
Akhirnya dalam pertemuan pendahulun ini disepakati bahwa :
1. Pertemuan damai akan dilaksanakan di Lewu (kampung) Tumbang Anoi, yaitu di Betang tempat tinggalnya Damang Batu.
2. Diberikan waktu 6 bulan bagi Damang Batu untuk mempersiapkan acara.
3. Pertemuan itu akan berlangsung selama tiga bulan lamanya.
4. Undangan disampaikan melalui tokoh/kepala suku masing-masing daerah secara lisan sejak bubarnya rapat di Tumbang Kapuas.
5. Utusan yang akan menghadiri pertemuan damai itu haruslah tokoh atau kepala suku yang betul-betul menguasai adat-istiadat di daerahnya masing-masing.
6. Pertemuan Damai itu akan di mulai tepat pada tanggal 1 Januari 1894 dan akan berakhir pada tanggal 30 Maret 1894.
Pertemuan Damai akhirnya terlaksana pada 1 Januari 1894 hingga 30 Maret 1894, di Rumah Betang Damang Batu di Tumbang Anoi. Tidak didapatkan informasi lengkap mengenai jumlah peserta dan kepala suku yang hadir saat itu namun dijelaskan bahwa dalam pertemuan damai itu, menghasilkan keputusan yang bersejarah :
1. Menghentikan permusuhan antar sub-suku Dayak yang lazim di sebut 3H Hakayou (saling mengayau), Hapunu (saling membunuh), dan Hatetek (saling memotong kepala) di Kalimantan (Borneo pada waktu itu).
2. Menghentikan sistem Jipen (hamba atau budak belian) dan membebaskan para Jipen dari segala keterikatannya dari Tempu (majikannya) sebagai layaknya kehidupan anggota masyarakat lainnya yang bebas.
3. Menggantikan wujud Jipen yang dari manusia dengan barang yang bisa di nilai seperti baanga (tempayan mahal atau tajau), halamaung, lalang, tanah / kebun atau lainnya.
4. Menyeragamkan dan memberlakukan Hukum Adat yang bersifat umum, seperti : bagi yang membunuh orang lain maka ia harus membayar Sahiring (sanksi adat) sesuai ketentuan yang berlaku. pada yang digunakan lawan*nya manu*sia.
5. Memutuskan agar setiap orang yang membunuh suku lain, ia harus membayar Sahiring sesuai dengan putusan sidang adat yang diketuai oleh Damang Batu. Semuanya itu harus di bayar langsung pada waktu itu juga, oleh pihak yang bersalah.
6. Menata dan memberlakukan adat istiadat secara khusus di masing-masing daerah, sesuai dengan kebiasaan dan tatanan kehidupan yang di anggap baik.
Pertemuan yang sangat bersejarah tersebut ternyata menghasilkan kesepakatan yang fenomenal, yakni menghilangkan kemungkinan perang antar suku dan sekaligus menghapus perbudakan dalam sistem tatanan adat suku dayak. Selain itu mereka juga berupaya untuk membentuk tatanan bersama yang diwujudkan dalam kesepakatan untuk menyeragamkan aturan dalam hukum adat yang sifatnya umum.
Sampai sekarang situs peninggalan perjanjian di Tumbang Anoi masih tersisa.Namun atas rekayasa pemerintah Belanda, pada saat itu tempat Perjanjian Tumbang Anoi yang berupa BETANG, dihancurkan oleh tentara belanda agar perjanjian di Tumbang Anoi di anggap tidak ada. bahan bangunannya dipindahkan sebagian ke Kuala Kapuas, namun tidak dapat mengangkut semua materialnya karena terbuat dari batang ulin yang sangat dalam tertancap tanah, besar, berat serta medan yang panjang melalui sungai yang panjang untuk mengangkutnya. Tumbang Anoi adalah tempat bersejarah perjalanan masyarakat Dayak. Tumbang Anoi menjadi tempat rapat akbar untuk mengakhiri tradisi ”mengayau” pada tahun 1894. Kini, setelah satu abad berlalu, Tumbang Anoi tetap menjadi sumbu perdamaian bagi masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Mengayau atau memenggal kepala musuh dalam perang antarsuku dahulu kala adalah salah satu kebiasaan sejumlah subsuku Dayak di daratan Kalimantan (kini terbagi menjadi wilayah Indonesia, Malaysia, dan Brunei) yang sangat ditakuti. Kadangkala, mengayau tidak hanya dilakukan dalam peperangan, tetapi juga ketika merampok, mencuri, atau menduduki wilayah subsuku lain.
Sebelum disepakati untuk dihentikan, mengayau makin membudaya karena semakin banyak kepala musuh yang dipenggal (dibuktikan dengan banyaknya tengkorak musuh di rumahnya), seorang lelaki semakin disegani. Bahkan, perselisihan antarsuku terus berlanjut karena masing-masing suku membalas dendam. Perselisihan berkepanjangan itu membuat Residen Belanda di Kalimantan Tenggara yang kini meliputi wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan merasa tidak aman.
Dalam bukunya, Pakat Dayak, KMA M Usop menuturkan, Brus, Residen Belanda Wilayah Kalimantan Tenggara, pada Juni 1893 mengundang semua kepala suku yang terlibat sengketa ke Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, untuk membicarakan upaya perdamaian.
Dalam pertemuan itu disepakati, harus digelar pertemuan lanjutan yang melibatkan seluruh suku Dayak di Borneo untuk membahas berbagai persoalan yang menjadi akar perselisihan. Namun, menggelar pertemuan lanjutan itu bukan pekerjaan mudah. Ketika itu, akses antarwilayah masih mengandalkan sungai.
Satu-satunya kepala suku yang mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah pertemuan akbar itu adalah Damang Batu, salah satu kepala suku Dayak Ot Danum di Tumbang Anoi. Sepulang dari Kuala Kapuas, Damang Batu yang ketika itu berumur 73 tahun langsung memulai pekerjaan besarnya menyiapkan tempat dan logistik.
Selama lima bulan hingga akhir 1893, Damang Batu tak pernah menetap di desanya. Ia terus berkeliling ke desa lain untuk mengumpulkan makan an. Ada cerita lain yang menyebutkan, Damang Batu juga menyiapkan 100 kerbau miliknya untuk makan an para undangan. Ia juga meminta masyarakat di Tumbang Anoi dan sekitarnya membangun pondok bagi tamu undangan rapat.
Damang Batu jugalah yang menyebarkan undangan rapat secara berantai kepada kepala suku-kepala suku di daratan Kalimantan.
Sebanyak 152 suku diundang ke Tumbang Anoi. Dalam rapat yang digelar selama dua bulan sejak 22 Mei hingga 24 Juli 1894 itu, sekitar 1.000 orang hadir. Mereka dari suku-suku Dayak dan sejumlah pejabat kolonial Belanda wilayah Borneo. Usop juga mencatat, sedikitnya 50 kerbau, 50 sapi, dan 50 babi, serta bahan makan an lain seperti beras dan ubi kayu disediakan untuk konsumsi mereka yang hadir ketika itu.
Selain mengakhiri tradisi pengayauan, rapat akbar itu juga menyepakati beberapa keputusan penting, di antaranya menghentikan perbudakan dan menjalankan hukum adat Dayak.
Dalam catatan sejarah yang ditulis Usop, rapat di Tumbang Anoi itu juga membahas sekitar 300 perkara. Sebanyak 233 perkara dapat diselesaikan, 24 perkara ditolak karena kedaluwarsa atau sudah lebih dari 30 tahun, dan 57 ditolak karena kekurangan bukti.
Tumbang Anoi menjadi tempat perdamaian sebelum abad 19 upaya-upaya perdamaian itu memang saudah mulai dilakukan oleh beberapa pihak. Rapat atau Pumpung di Tumbang Anoi memang di prakarsai oleh Belanda, dan dipilih desa tersebut mengingat letaknya yang berada di tengah-tengah, sehingga para undangan dari segala daerah dapat dengan mudah datang. Nama-nama yang hadir dalam pertemuan tersebut yaitu tokoh-tokoh yang dipercayai oleh masyarakat, sebagaimana catatan Damang Pijar, kepala adat Kahayan Hulu, ialah sebagai berikut:
1. Asisten Residen Hoky dari Banjarmasin
2. Kapten Christofel dari Kuala Kapuas
3. Letnan Arnold dari Kuala Kapuas
4. Raden Johannes Bangas dari Kuala Kapuas
5. Jaksa Sahabu dari Kuala Kapuas
6. Tamanggung Dese dari Kuala Kapuas
7. Juragan Tumbang dari Kuala Kapuas
8. Suta Nagara, Telang—sungai Mahakam (Kalteng)
9. Tamanggung Jaya Karti, Buntok
10. Tamanggung Sura, Buntok
11. Mangku Sari, Tumbang (Muara) Teweh
12. Tamanggung Surapati, Siang
13. Tamanggung Awan, Saripoi
14. Tamanggung Udan, Nyarung Uhing
15. Jaga Beruk, Tumbang Kunyi
16. .Raden Sahidar, Tumbang Jelay
17. .H. Bamin, Tumbang Jelay
18. Tamanggung Hadangan, Tumabang Likoi
19. Tamanggung Lenjung, Tumbang Lahei
20. H. Bahir, Tumbang Lahung
21. .H. Halip, Tumbang Lahung
22. .Bang Ijuk, Batu Salak—Sungai Mahakam (KalTim)
23. Kawing Irang, Batu salak
24. Bang Lawing, Batu salak
25. Taman Lasak, Tumbang Pahangei
26. Juk Bang, Tumbang Pahangei
27. Juk Lai, Tumbang Pahangei
28. H. Burit, Samarinda
29. Taman Jejet, Long Iram
30. Taman Kuling, Kenyahulu
31. Hang Lasan, Tumbang Nawang
32. Barau Lulung, Tumbang Pahangei
33. Damang Ujang, Pujon—Sungai Kapuas (KalTeng)
34. Tamanggung Tukei, Tumabang Bukoi
35. Damang Suling, Tumbang Tihis
36. Damang Jungan, Tumaban Bukoi
37. Damang Pilip, Tumbang Rujak
38. Temanggung Tewung, Tumbang Sirat
39. Damang Antis, Taran
40. Jaga Ajun, Tumbang Tampang
41. Tamanggung Jahit, Danau Tarung
42. Tamanggung Tiung, Tumbang Tarang
43. Siang Irang, Bulau Ngandung
44. Raden Timbang, Tumbang Tihis
45. Damang Rahu, Tumbang Tihis
46. Damang Rambang, Pangkoh—sungai Kahayan (KalTim)
47. Singa Rawe, Petak Bahandang
48. Ngabeh Suka, Pahandut
49. Tamanggung lawak, Bukit Rawi
50. Jaga Kamis, Bawan
51. Damang Sawang, Pahawan
52. Tundan, Guha
53. Dambung Tahunjung, Sepang Simin
54. Dambung Turung, Tuyun
55. Jaga Saki, Luwuk Sungkai
56. Kiai Nusa, Tumbang Hakau
57. Singa Laju, Hurung Bunut
58. Singa Mantir, Teweng Pajangan
59. Raden Binti, Tampang
60. Mangku Tarung, Tampang
61. Tamanggung Tuwan, Kuala Kurun
62. Singa Ranjau, Kuala Kurun
63. Ngabe Hanjung, Tumbang Manyangan
64. Damang Murai, Tewah
65. Dambung Nyaring, Tewah
66. Singa Mantir, Kasintu
67. Singa Antang, Batu Nyiwuh
68. Tamanggung Tawa, Tumbang Habaon
69. Tembak, Tumbang Hanbaon
70. Damang Sangkurun, Tumbang Sarangan
71. Damang Kacu, Datah Pacan
72. Dambung Odong, Tumbang Miri
73. Mangku Saman, Tumbang Marikoi
74. Singa Saing, Tumbang Marikoi
75. Bahau, Tumbang Marikoi
76. Singa Ringin, Tumbang Maraya
77. Mangku Rambung, Lawang Kanji
78. Akin, Lawang Kanji
79. Mangku Rambung, Tumbang Rambangun
80. Damang Batu, Tumbang Anoi
81. Dambung Karati, Tumbang Anoi
82. Dambung Sanduh, Lawang Dahorang
83. Singa Dohong, Tumbang Mahorai
84. Raden Pulang, Tumbang Mahorai
85. Dambung Saiman, Sungai Hurus, Sungai Hamputung
86. Singa Kating, Tumbang Korik, Sungai Hamputung
87. Jaga Jalan, Tumbang Korik, Sungai Hamputung
88. Tamanggung Paron, Tumbang Sonang, Sungai Hamputung
89. Damang Kawi, Tumbang Sonang, Sungai Hamputung
90. Tamanggung Pandung, Tumbang Musang, Sungai Miri
91. Damang Teweh, Tumbang Pikot, Sungai Miri
92. Damang Patak, Tumbang Hujanoi, Sungai Miri
93. Mangku Turung, Mangkuhung, Sungai Miri
94. Dambung Besin, Tumbang Manyei, Sungai Miri
95. Singa Tukan, Tumbang Masukih, Sungai Miri
96. Singa Dengen, Harueu, Sungai Miri
97. Damang Jinan, Tumbang Manyoi, Sungai Miri
98. Damang Singa Rangan, Tumbang Malahoi, Sungai Rungan, dan Manuhing
99. Singa Ringka, Tumbang Malahoi, Sungai Rungan dan Manuhing
100. Damang Bakal, Manuhing, Sungai Rungan dan Manuhing
101. Tamanggung Hening, Manuhing, Sungai Rungan dan Manuhing
102. Damang Anggen, Katingan—Sungai Katingan
103. Damang Sindi, Lahang, Sungai Katingan
104. Dambung Rahu, Talunei, Sungai Katingan
105. Damang Bundan, Tumbang Sanamang, Sungai Katingan
106. Raden Runjang, Tumbang Panei, Sungai Katingan
107. Dambung Panganen, Tumbang Panei, Sungai Katingan
108. Raden Tinggi, Balai Behe, Sungai Sanamang
109. Tamanggung Penyang, Tumbang Bemban, Sungai Sanamang
110. Tamanggung Rangka, Tumbang Sanamang, Sungai Sanamang
111. Tamanggung Tumbun, Rantau Pulut, Sungai Seruyan
112. Damang Jungan, Tumbang Kalanti, Sungai Kalang
113. Singa Antang Kalang, Tumbang Gagu, Sungai Kalang
114. Tamanggung Johan, Tumbang Manggu, sungai Samba
115. Damang Awat, Tumbang Basain, sungai Samba
116. Tamanggung Bahe, Rantau Tapang, Sungai Samba
117. Raden Maung, Tumbang Hangei, Sungai Samba
118. Tamanggung Luhing, Tumbang Atei, Sungai Samba
119. Condrohur, Tumbang Jinuh—(KalBar)
120. H. Mansyur, Tumbang Jinuh
121. Tamanggung Bungai, Tumbang Ela
122. Marta Jani, Nasa Jinuh
123. Kiai Saleh, Manukung
124. Raden Adong, Manukung
125. Raden Paku, Manukung
126. H.Mas Maruden, Sakasa
127.Raden Lang Laut, Sarawai—Sungai Sarawai (Kalimanan Utara)
128.Raden Bundung, Tuntama, Sungai Serawai
129 Raden-Singa Luwu, Malakan, Sungai Serawai
130. Raden Damang Bewe, Mantonai, Sungai Serawai
131.Tamanggung Singa Nagara, Tumbang Nyangai, Sungai Serawai
132.Tamanggung Mangan, Batu Saban, Sungai Serawai
133.Tamanggung Tingai, Punan Mandalan, Sungai Serawai
134. Tam Juhan, Tumbang karamei, Sungai Serawai
135. Tam Dulah, Tumbang Balimbing, Sungai Serawak
136. Tam Sarang, Mondai, Sungai Serawai
Penyeragaman hukum adat hasil Rapat Damai Tumbang Anoi tahun 1894 meliputi pasal-pasal berikut ini:
Pasal 1
Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)
Dikenakan pada barangsiapa yang berani membujuk, merampas istri atau suami orang lain sehingga akibatnya pria/wanita itu cerai dengan suami/istri yang terdahulu dan kawin dengan wanita/pria baru yang menungkun. Contoh: A berani mengambil wanita/pria B, suami/istri C. Singer Tungkun dapat dikenakan pada A.
Ancaman singer tungkun:
Dua kali nilai palaku adat kawin B dulu bagi C.
Lima belas kati ramu (tekap bau mate) bagi keluarga C.
Pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian bagi C).
Nilai ganti rugi biaya pesta kawin B dulu bagi C sekeluarga.
A menanggung biaya pesta perdamaian adat khusus (makan-minum bersama, memotong dua ekor babi bagi alam dan masyarakat setempat, dimana acara saling saki, lamiang sirau sirih masak kiri-kanan, lilis peteng, sanaman pangkit hambai hampahari, dll pelengkapnya.
A menanggung biaya pesta kawin barunya dengan B.
A menanggung resiko singer terhadap anak/istrinya sendiri jika dia sudah berkeluarga.
Pasal 2
Singer Tungkun Balang, dosa palus (gagal merampas, tapi berzina)
Jika terjadi kasus seperti Pasal 1 tapi C mengambil atau menerima kembali, sehingga singer tungkun menjadi batal. Tapi A dapat diancam dosa sala (zina) sebesar 100-300 kati ramu. Sambil memperhatikan isi perjanjian B dan C terdahulu serta tinggi rendahnya martabat B dan C dan proses kejadian khusus itu ditutup dengan pesta persaudaraan damai adat yang ditanggung ilah A atau A, B dan C menurut pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 3
Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)
Pihak mantir atau pemangku adat memperhatikan perjanjian dan keterangan para saksi perkawinan dulu dan mempelajari kasus kejadian, pihak mana yang bersalah melanggar perjanjian sendiri, mempertimbangkan alasan, sengaja atau tidak sengaja alasan yang masuk akal atau dibuat-buat.
Ancaman hukuman:
Sesuai dengan perjanjian kawin.
Para mantir adat dapat memberatkan atau menambah hukuman setinggi-tingginya 30 kati ramu jika dipandang perlu.
Jika ada anak, segala barang rupa tangan dibagi dua atau terkecuali ada pertimbangan lain oleh mantir
Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung pihak yang bersalah.
Pasal 4
Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian karena kehendak bersama)
Oleh mantir adat, atas permintaan yang bersangkutan untuk mengusahakan suatu perceraian, mempelajari alasan-alasan mereka, mempertimbangkan, menuntut hak dan beban masing-masing antara lain:
Memberi harta rupa tangan menurut perjanjian kawin dahulu.
Jika ada anak, harta rupa tangan menjadi hak anak.
Jika tidak ada anak, harta dibagi secara damai, bagi dua, atau bagi tiga dipatutkan dengan pertimbangan para mantir adat.
Biaya pesta adat, makan-minum bersama hambai hampahari (pesta persaudaraan) dengan hakekat pengumuman bagi segala unsur lingkungan hidup, baik yang tampak maupun yang tak nampak (panggutin petak danum) ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Pasal 5
Singer Palekak Pisek/Panggul Pupuh (denda batal janji tunangan atau calon tunangan)
Kasusnya:
Kedua pihak orang tua pernah saling janji dikuatkan dengan pesta pisek akan mengawinkan anaknya, walaupun anak mereka pada waktu itu masih kecil. Kemudian oleh salah satu pihak dibatalkan sehingga patut dihukum.
Sanksinya:
Pihak yang membatalkan dihukum sesuai dengan janji semula.
Jika pihak wanita yang membatalkan, maka semua barang titipan yang pernah diterimanya dari pihak pria, patut dikembalikan dua kali lipat, ditambah dengan beberapa, patut menuntut pertimbangan para mantir adat, namun pisek dikembalikan.
Jika pihak pria yang membatalkan, maka pihaknya tidak boleh menuntut apa saja yang suda diberikan malah dapat dihukum membayar singer kaleket sekurang-kurangnya biaya pesta pisek dulu
Biaya pesta adat makan bersama, ditanggung oleh pihak yang membatalkan.
Pasal 6
Singer Tungkun Paisek (denda karena berani merampas tunagan orang lain)
Kasusnya:
Pihak A sudah bertunangan dengan pihak B, pernah dikokohkan dalam suatu acara hisek. Dikemudian hari, datang gara-gara dari pihak C sehingga mufakat A dan B gagal.
Sanksinya:
Pihak C dan B diancam hukuman adat atas permintaan sebagai berikut:
Sikap tekap bau mate 15-60 kati ramu bagi keluarga A, dari pihak C, lebih-lebih jika A itu wanita
B dan C membayar kalekak paisek (pasal 5) bagi A.
C membayar atau menanggung biaya pesta adat singer tungkun paisek (hambai hangkat persaudaraan) antara A dan B dalam acara makan-minum bersama.
Pasal 7
Singer Tihi Sarau Sumbang Tulah (denda hamil gelap, sumbang tulah)
Kasusnya:
Wanita A hamil gelap (sarau) akibat zina dengan pria B yang salah janjang atau sumbang (hurui tamput) atau karena silsilah kerabat yang bukan silsilah darah atau akibat zina, tulah (salah jenjang silsilah darah). Diperlukan darah hewan korban yang besar, babi atau sapi atau kerbau demi pelestarian alam lingkungan hidup masyarakat setempat (penggantin petak danum) diperlukan upaya pembasuhan maksiat, palis pali, bersih desa, pelestarian lingkungan.
Sebagai penjelasan, masyarakat adat paling tidak suka atau enggan menerima kehadiran predikat anak sarau karena hal itu terjadi akibat atau gejala kehancuran kesusilaan manusia. Gejala yang memudarkan pengendalian diri sehingga mendekati moral binatang, kelestarian lingkungan tidak lagi serasi-selaras dan seimbang, gara-gara ulah dua orang jenis manusia yang diam-diam menjadikan dirinya sebagai binatang; jadi merusak ungkapan belom bahadat. Justru itu mekanis pengusutan kasus ini memerlukan ketrampilan khusus dari para pemangku adat, terutama bagaimana menggali keterangan dari pihak wanita yang bersangkutan, sehingga pihak pria yang bersangkutan tidak berkutik. Biasanya kasus pasal ini dibagi menjadi 3 kategori:
Zina hasil sesama jenjang silsilah
Zina, hasil tidak sejenjang silsilah yang sumbang bukan silsilah darah (hurui tamput)
Zina, hamil tidak sejenjang silsilah darah (hurui daha) keatas atau kebawah (hurui anak, aken, atau esu) biasa disebut tulah
Jika sudah diketahui teman zina (pria) yang menghamili wanita bersangkutan dan diketahui kategori mana peristiwa itu, maka pengusutan konkrit dilaksanakan oleh masyarakat setempat bersama-sama dengan ketua adat atau pemangku adat.
Pelaksanaan sanksi:
Jika sarau sumbang:
Pesta adat potong hewan babi, darahnya dibagi-bagi ke seluruh kampung untuk saksi palas bumi, air dan langit (lingkungan hidup). Dagingnya dimakan bersama, pesta diluar rumah, pria dan wanita bersangkutan dipanggil seperti memanggil hewan untuk makan dan mengambil makanan tidak boleh dengan tangan sendiri tetapi mengambil makanan langsung dari mulutnya.
Mereka berdua harus meniru-niru binatang, makan dan minum dihadapan orang banyak dimuka umum.
Pihak pria yang bersangkutan menanggung biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya.
Pihak pria membayar 90-180 kati ramu kepada pihak wanita.
Tekap bau mate 30-60 kati ramu bagi keluarga wanita.
Tambalik Jela, 15-30 kati ramu kalau mereka jadi.
Terus kawin ditambah nilai serendah-rendahnya 45 kati ramu. Tetapi jika mereka tidak jadi kawin, pria yang bersangkutan hanya membayar biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya, 90-180 kati ramu, tekap bau mate 30-60 kati ramu.
Jika sarau tulah:
Pesta adat di luar rumah. Potong hewan besar, sapi atau kerbau. Darahnya dibagi-bagi ke beberapa kampung sekitarnya untuk pelestarian alam lingkungan. Upacara dipimpin oleh seorang Pisur, basir tukang tawur saksi palas pohon buah-buahan. Daging hewan itu dimakan bersama diluar rumah. Kedua orang, wanita/pria yang bersangkutan dipanggil makan mirip seperti memanggil binatang, mereka mengambil makanan dalam sebuah dulang mirip seperti hewan maka, tidak boleh mengambil makanan dengan tangan tapi langsung dengan mulut. Menjadikan diri sebagai binatanag dihadapan umum.
Pihak pria bersangkutan menanggung biaya pesta adat pelestarian itu seluruhnya.
Membayar denda senilai 120-210 kati ramu bagi pihak wanita, atau disisihkan sebagian untuk keperluan kampong.
Tekap bau mate 45-75 kati ramu bagi keluarga wanita atau tetangga sekampung
Keduanya tidak boleh dikawinkan.
Pasal 8
Singer Tihi, Sarau Sawan Oloh (denda hamil gelap dengan istri orang lain)
Kasusnya:
Pria A berani mengganggu, merayu, berzina sampai hamil wanita B istri C. Dengan cukup bukti, C menuntut keberatan.
Sanksi:
Jika B belum pernah beranak maka A diancam hukuman denda 30-75 kati ramu. Tetapi kalau wanita B sudah ada anak maka dendanya dapat diancam denda 120 kati ramu sampai dengan 180kati ramu bagi C dan anaknya.
Pakaian sinde mendeng bagi bapak dan anak. Pesta adat, saki palas darah babi, makan-minum bersama, lilis peteng, sanaman pangkit, seluruhnya ditanggung A. Tekap bau mate dari A bagi waris B dan C sedikitnya 15-30 kati ramu.
Pasal 9
Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria A mengganggu, menggoda, membujuk wanita B yang bujang, berzina sampai hamil kemudian diketahui oleh orang lain/umum dan menjadi kasus.
Sanksi:
Singer tekap bau mate 15-30 kati ramu.
Singer dosa sala (zina) 30-45 kati ramu.
Jika tidak kawin, harus adanya jaminan anak yang dikandung wanita B, 30-60 kati ramu.
Jika terus kawin, pria membayar jalan hadat kawin.
Jika pria A ada anak-istri, istrinya dapat menuntut sebagai kasus tersendiri.
Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung oleh A.
Pasal 10
Singer Marusak Balu (denda merusak janda)
Kasusnya:
Pria A kedapatan berzina atau sampai hamil wanita janda B, bekas istri arwah C.
Sanksi:
Pria A dapat diancam singer karusak balu sesar 30-60 kati ramu bagi waris arwah C jika B belum tiwah. Tapi jika sudah tiwah, maka materi singer itu jatuh ke tangan waris wanita B. Jika wanita B ada anak, maka singer ditambah 15-30 kati ramu bagi anak-anaknya. Pesta adat makan-minum ditanggung oleh pria A.
Pasal 11
Singer Sala Basa dengan Sawan Oloh (denda salah tingkah pada istri orang lain)
Kasusnya:
Pria dewasa yang berkunjung sendirian ke rumah istri orang lain dan atau dapat dicurigai, diduga mengganggu istri orang yang bersangkutan, atau wanita lainnya di rumah itu.
Sanksi:
Pria dewasa yang sering berkunjung itu dapat diancam oleh singer sala basa atas keberatan atau pengaduan suami wanita yang bersangkutan sebesar 15-30 kati ramu bagi suami wanita yang dimaksud.
Pasal 12
Singer Sala Basa dengan Bawi Bujang (denda salah tingkah pada gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria yang mengajak seorang atau beberapa orang gadis perawan dengan tidak seijin keluarga atau bapak-ibunya, menyendiri atau tidak jelas tujuannya. Tingkah-laku demikian dapat dianggap memberi malu bagi keluarga, seolah-olah menjadikan gadis itu dibuat menjadi ringan di mata umum (tidak sopan)
Sanksi:
Pria sedemikian dapat dihukum dengan ancaman singer sala basa 15-30 kati ramu.
Pasal 13
Singer Sala Basa dengan Oloh Beken (denda salah tingkah dengan orang lain)
Kasusnya:
Perbuatan atau tingkah lakunya terhadap seseorang atau orang lain ke arah yang memberi malu, merusak nama baik, mengancam, oleh seseorang terhadap orang lain pria/wanita atau terhadap barang kepunyaan orang lain.
Sanksi:
Perbuatan atau tingkah demikian dapat diancam hukuman sala basa 15-30 kati ramu.
Pasal 14
Singer Paranggar Raung ( denda pelanggaran raung atau peti mati)
Kasusnya:
Pria A kawin dengan wanita B denda bekas suami arwah B yang masih belum ditiwahkan. Menurut adat oleh janda B (pengurusan tulang-belulang C masih menjadi beban/tanggung jawab janda B), sedangkan perkawinan AB tidak seijin waris terdekat almarhum C sehingga ahli waris C dapat menuntut singer paranggar raung terhadap A dan B.
Sanksi:
A dan B dapat diancam denda sebesar 90-120 kati ramu bagi waris C untuk cadangan biaya tiwah, tapi tidak berarti sang janda bebas dari kewajiban tiwah arwah suaminya (C). Biaya pesta adat ditanggung A dan B.
Pasal 15
Singer Palangi Pangarai (singer cadangan untuk biaya tiwah)
Kasusnya:
Pria duda A istrinya B dan baru saja mati karena bersalin melahirkan anak, pihak keluarga wanita B ingin mengharap kepastian atau jaminan dari upacara meniwahkan arwah B.
Sanksi:
Pria duda A diharuskan memberi kepastian atau jaminan dengan menyisihkan atau menitipkan materi senilai 120-150 kati ramu, untuk cadangan biaya tiwah pada pihak keluarga B dihadapan para orang-tua, dalam pesta adat kecil melalui behas tawur diberitahukan juga arwah B di negeri akhirat.
Pasal 16
Singer Sahiring (denda pembunuhan)
Pasal ini berkaitan dengan pasal 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27.
Kasusnya:
Si A mati terbunuh atau dibunuh oleh pihak B seorang atau beberapa orang.
Jika kematian A ada kesalahannya yang sah antara lain mengganggu wanita, merampas barang, atau kesalahan lainnya, yang dapat dibuktikan kebenarannya, maka perincian nilai singer sahiring dapat dipotong demi kesalahannya atau karena pembunuhnya membela diri, terbukti dengan luka-lka bagian muka, samping atau belakang (tidak sengaja/terbunuh).
Jika dibunuh dengan sengaja, berencana, atau karena mengingini sesuatu dari si A atau karena ada alasan lainnya sehingga menguatkan anggapan sengaja dibunuh.
Oleh para pemangku adat dan mantir adat diperlukan kejelian dan kemampuan dalam pemeriksaan. Untuk ini diperlukan beberapa orang pemangku adat agar ikut serta mempertimbangkan beberapa macam pasal singer adat yang memberatkan dan unsur yang meringankan (memperhatikan sifat-sifat sengaja atau tidak sengaja dalam kasus pembunuhan itu).
Sanksi:
Pihak keluarga A boleh saja menuntut singer sahiring sebesar 375-750 kati ramu, tapi para pemangku adat menempati diri berada ditengah-tengah (mengadili kasus itu).
Pihak B karena perbuatannya dapat diancam hukuman adat 17 singer bangunan pasal 18 singer timbal, pasal 19 singer tetek, pasal 20 singer salem balai, pasal 21 singer paramun hantu, pasal 22 singer tipuk danum, pasal 23 singer biat himang, pasal 24 singer pengecuali bunu, pasal 25 singer tulak haluan, pasal 26 singer tetes hinting bunu dan pasal 27 singer puseh panguman.
Jika terdapat kepastian bahwa si A ada kesalahan maka dari materi singer-singer tersebut diatas dapat dipotong atau dikurangi.
Singer adat yang tidak boleh dipotong ialah pasal-pasal 20 salem balai, pasal 21 paramun hantu, dan pasal 22 tipuk danum.
Pasal 17
Singer Banguhan, Penyau Sangguh, Penyau Penyang (denda mebunuh, basuh tombak dan basuh penyang)
Kasusnya:
Orang-orang yang mula-mula melaksanakan pembunuhan di sebuah bangunan, karena dia dan tombaknya atau senjatanya yang patut dibasuh pada tingkat pertama disebut singer. Pada tingkat kedua siapakah yang menyuruh dia berbuat demikian, apakah hatinya sendiri atau disuruh dan diupah oleh orang lain disebut si B. Jadi karena penyang si B, maka si A berbuat. Dan penyang inilah yang patut dibasuh. Justru itu pasal ini disebut penyau sangguh dan penyau penyang.
Sanksi:
Si A pada tingkat pertama diancam hukuman penyau sangguh sebesar 30-75 kati ramu bagi warisan korban. Demikian pula si B diancam hukuman penyau penyang sebesar 30-60 kati ramu bagi waris korban. A dan B ini mungkin terdiri dari satu orang saja jika perbuatan itu atas kehendaknya sendiri otomatis diancam singer banguhan denda 60-135 kati ramu diatas satu orang saja.
Pasal 18
Singer Timbal-Timbalan (denda terhadap pembantu pembunuhan)
Kasusnya:
Sesudah orang lain berbuat melaksanakan pembunuhan pada tingkat pertama, dan tingkat kedua pada pasal 17 pasti disusul perbuatan tingkat ketiga oleh satu orang atau lebih yang membantu, yang disebut timbal. Perbuatan tingkat ketiga inilah yang menjadi isi pasal ini (tersebut disini si C).
Sanksi:
Peranan C yang membantu pembunuhan satu orang atau lebih, masing-masing diancam hukuman timbal sebesar 15-30 kati ramu bagi waris korban.
Pasal 19
Singer Tetek Uyat (denda potong leher)
Pekerjaan memotong leher orang yang sudah mati, dibunuh, membawa, memisah kepala orang dari tubuh mayatnya untuk tujuan atau maksud apa saja, tersebut disini si D.
Sanksi:
Perbuatan yang sedemikian dapat diancam hukuman pasal ini dengan denda 75-105 kati ramu bagi waris korban. Dianggap perbuatan pembunuhan pada tingkat keempat dalam teknik pengusutan dan pengadilan.
Pasal 20
Singer Selem Balai (denda berdamai masuk balai)
Kasusnya:
Salah seorang dari pihak pembunuh yang tampil sebagai tempat tuduhan pertama, sementara pengusutan lebih lanjut, dia tampil sebagai pengambil alternatif menghindari terjadinya pembunuhan balas dendam (habunu atau asang dari waris korban yang dibunuh), dia juga belum tentu terlibat dalam perbuatan pembunuhan itu. Disini kita sebut si E sebagai menjadi penjamin menawarkan ajakan berunding damai disebut selem balai terhadap penuntut sahiring yang mungkin dari negeri jauh.
Sanksi:
Hukum adat dasar dalam pasal ini sebesar batun singer 30-60 kati ramu, ije kungan hadangan, dua lamiang panyinggau, sanakan tampajat dan pelengkap lainnya senilai 75 kati ramu (denda dasar ini pada akhirnya dibayar oleh orang yang sebenarnya membunuh setelah diusut).
Pasal 21
Singer Paramun Hantu (denda sarana kelengkapan jenazah)
Kasus:
Waris korban yang dibunuh menuntut pihak pembunuh membayar adat kelengkapan jenazah, dengan ilustrasi bayangannya sebagai berikut:
1. Lalang umah-e
2. Sandapang entang-e
3. Mariam/lela
4. Taring gajah
5. Tarikan penyang
6. Sipet telep
7. Ewah bumbun
8. Sangkarut karungkung
9. Salau
10. Hentang satagi bulau
11. Suwang sansila
12. Pinding
13. Lawung batawur
14. Purun pararani
15. Tarai
1. Talawang kalumit
16. Batis
17. Saling lamiang
18. Lilis nanas peteng
19. Lunju
20. Sangguh rabayang
21. Sambar timpung
22. Sindai
23. Kabali
24. Kuantan piring
25. Mangkuk;
26. Arut
27. Besei teken kajang biru
28. Bangunan jala
29. Pisi pisi pilus
30. Behas balut
31. Barok
32. Baluh
33. Bulau samenget
34. jipen due titi
35. Tantawak garantung,
36. Kangkanong
Ilustrasi bayangan ini dapat dilengkapi, diganti dengan 75 kati ramu atau 150 gulden atau jipen lime. Dibayar oleh pihak pembunuh kepada waris yang dibunuh (lihat sanksi pasal 15).
Pasal 22
Singer Tipuk Danum (Denda adat Simburan Sir)
Kasusnya:
Oleh dan dari pembunuh, terhadap dan untukwaris orang yang dibunuh.
Kedua pihak saling basuh kaki dengan hakekat saling maaf dalam suatu acara khusus yang biasa disebut teras hinting bunu (lihat pasal 27)
Dalam pasal ini menetapkan ketentuan khusus tipuk danum dalam kasus pembunuhan
Sanksi:
Batun singer sebesar 75 kati ramu (jipen lime) tambah bawui saki, lilis peteng, sanaman pangkit. Pihak pembunuh menanggung biaya pesta adat makan-minum bersama sebagai penutup. Nilai hasil singer ini akan dibagi seluruh warga yang korban.
Pasal 23
Singer Biat Himang (Denda adat perihal luka berdarah)
Kasusnya:
Dalam pandangan keadatan disebut Sahiring jika korban itu sampai mati. Tetapi kalau korban itu hanya luka saja disebut biat. Keadaan luka ada beberapa susun, misalnya luka ringan atau luka berat, juga luka dangkal dan luka dalam, ditentukan oleh keterangan para mantir adat atau para saksi dan bukti. Demikian pula susun singer dan darah hewa sakinya. Mulai telur ayam, balung ayam, darah ayam, sapi dan kerbau. Demikian pula susun nilai materi singernya menjadi dsar pertimbangan para pemangku adat dalam menata pasal ini.
Sanksi:
Untuk luka ringan yang tidak sengaja, urut susun singer biatnya sampai luka besar, dari 5-50 kati ramu. Untuk luka ringan yang sengaja, terurut susun sampai luka berat, dari 515-150 kati ramu. Ditutup salam suatu pesta adat kecil, walaupun sederhana.
Pasal 24
Singer Penyau Lewu Panyali Bunu (Denda pembasuhan kampung yang membantu pembunuhan)
Kasusnya:
Seseorang atau beberapa orang atau salah satu orang kampung yang telah menyambut orang yang membawa kepala orang, sampai pesta tahusung taharang dapat dianggap perbuatan yang bersekongkol membunuh. Kemudian diketahui oleh waris korban, maka mereka diancam dengan pasal ini.
Sanksi:
Untuk kesalahan pesta penyambutan itu, mereka dapat dituntut pasal ini sebesar 45-75 kati ramu oleh pihak waris korban.
Pasal 25
Singer Ulas Tulak Haluan (Denda putar/tolak haluan)
Kasusnya:
Waris korban pembunuhan yang datang, mungkin dari kampung yang jauh dengan maksud mengurus atau menuntut sahiring. Tapi pihak pembunuh atau terdakwa menunda waktu dengan alasan panen padi atau memufakati seperlunya.
Sanksi:
Untuk hal demikian tidak hanya susup mulut, tapi sekaligus dengan membayar materi tanda pengakuan sebesar 15-30 kati ramu (dapat pula berlaku 1-2 kali, demikian pula ……pasal ini diberlakukan).
Pasal 26
Singer Puseh Panguman (Adat pesta makan/minum)
Penjelasannya:
Dalam sesuatu posisi adat damai dalam segala persoalan, sahiring, biat, tungkun, mili balinga, makan bersama dalam suasana lega sambil mengampuni, saling saki atau hambai hangkat, saling membasuh rasa dendam kesumat.
Dalam suasana demikian, sekedar untuk tanda peringatan atau kenang-kenangan para tamu serta para penyelenggara pesta boleh meminta sesuatu atau merelakan pemberiannya. Misalnya: piring mangkok, pakaian atau parang dan alat senjata lainnya, terkecuali barang barang berharga.
Pada waktu itu tidak boleh ada orang-orang berkelahi, tidak boleh ada persoalan atau sengketa, tidak boleh ada yang luka atau berdarah. Jika sampai ada yang terjadi demikian, maka pembuat gara-gara dapat diancam denda antara 15-30 kati ramu.
Pasal 27
Singer Tetes Hinting Bunu (Denda adat menghentikan permusuhan)
Penjelasan:
Mengakhiri bunu permusuhan antara manusia perorangan atau antar kelompok.
Untuk mengakhiri baleh bunu dengan kayu kalau ada yang mati terbunuh, terjepit, atau tertusuk kayu di hutan (terhadap unsur flora).
Mengakhiri baleh bunu dengan bajai kalau ada orang yang mati disambar buaya atau ular berbisa atau unsur fauna lainnya.
Mengakhiri baleh bunu danum jika ada atau beruntun mati lemas dalam air.
Demikian pula halnya terhadap beberapa unsur taluh/roh gaib yang jahat hati dengan manusia.
Pelaksanaannya:
Dalam suatu upacara pesta adat potong hewan besar seperti babi, sapi atau kerbau dihadapan orang banyak.
Melalui behas tawur, mengundang unsur taloh/roh gaib, dan liau tertentu, diundang atau dijemput pula unsur ilah-ilah penguasa lingkungan langit, bumi dan air,, diminta ikut serta menghakimi atau menyaksikan sumpah/janji.
Dalam pesta adat makan bersama ini dilaksanakan acara khusus yang disebut sapa sumpah pasak teguh malentup awang baluh, hatatek uei, malabuh batu, marapak ijang pahera, hatawur uyah kawu, hatindik sawang-bungai, mamapak baji/paku hai intu batang kayu bagita hai dengan hakekat bersama pihak yang pernah bermusuhan saling tidak akan dendam, saling berbasuh rasa bermusuhan.
Dari pihak-pihak yang berani melanggar sumpah/janji ini, pihaknya akan dimakan atau terjadi sasaran oleh sumpah sebanyak tersebut diatas (lihat pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, dan 26).
Keterangan singer sahiring menurut norma hukum adat mengenai kasus pembunuhan secara ringkas:
Musibah karena unsur flora, dibalas bunu dengan unsur flora, diakhiri dengan sumpah/janji dalam perdamaian.
Musibah karena unsur fauna, dibalas bunu dengan unsur fauna, diakhiri dengan sumpah/janji dalam suatu perdamaian yang sama.
Demikian juga sifatnya dengan sesama manusia.
Sasaran sebenarnya terhadap a dan b di atas, ialah menuju roh gaib (taluh) yang menunggang fisik (tubuh) a atau b sebagai/dianggap bersekongkol dengan kedua oknum. Dari kedua unsur itu, yang mencoba untuk bertindak jahat terhadap manusia, sehingga manusia berak menuntut dan menghukum, unsur lainnya diikutsertakan.
Pasal 28
Singer Rampas Takau Ramu Huang Huma (denda mencuri/merampas barang di dalam rumah)
Penjelasan:
Rumah yang ditinggalkan, kemudian diketahui barangnya ada yang hilang,. Ada atau tidak ada orang yang dicurigai, patut dilaporkan pada ketua adat setempat.
Sanksi:
Pencuri yang mengambil/membawa barang orang lain senilai 10 kati ramu, dapat diancam singer adat sebesar 15-30 kati ramu.
Hukumannya bertambah jika nilai barang curiannya tinggi. Lebih lagi kalau ada kerusakan rumah yang dibuat oleh orang yang mencuri.
Dapat diringankan sedikit kalau barang curian itu dapat dikembalika seluruhnya atau sebagian dengan tidak rusak. Ditutup dengan pesta kecil.
Pasal 29
Singer Rampas Takau Ruar Huma (denda adat curi-rampas barang diluar rumah)
Penjelasan:
Barang milik orang di luar rumah, hilang dicuri orang lain, pemiliknya memberitahukan kehilangan itu kepada ketua adat setempat, walaupun waktu itu tidak diketahui siapa yang berbuat, tetapi kemudian diketahui hal ini, langsung dituntut.
Sanksi:
Pencurinya diancam hukuman 15-30 kati ramu, dapat ditambah kalau nilai barang itu tinggi dan sisa barang itu sengaja dirusaki. Dapat diringankan kalau barang itu dikembalikan sebagian atau seluruhnya dalam keadaan baik. Ditutup dengan pesta adat yang ditanggung oleh pihak pencuri.
Pasal 30
Singer Rampas Takau Bawui Manuk (denda mencuri /merampas babi dan ayam)
Penjelasan:
Pencuri ayam atau babi yang nilainya 15-20 kati ramu atau lebih tinggi sifatnya kalau babi itu bawui sahur dan manuk sawung.
Sanksi:
15-30 kati ramu jika babi dan ayam biasa. 30-60 kati ramu jika nilainya lebih tinggi atau bawui sahur/manuk sawung. Dapat diringankan kalau ada barang itu/kembali atau pencurinya sungguh-sungguh merasa menyesal. Pencurinya menanggung biaya pesta adat kecil untuk makan-minum bersama.
Pasal 31
Singer Rampas Besei Teken ( denda adat mencuri, merampas pengayuh atau galah)
Penjelasan:
Peranan pengayuh atau galah amatlah dominan sebab menyangkut kesejahteraan keluarga untuk ke ladang mencari ikan, penyeberangan, lebih-lebih jika dalam perantauan atau di tengah perjalanan.
Sanksi:
Dapat diancam hukuman 15-30 kati ramu ditambah biaya pesta adat sederhana, makan dan minum bersama.
Pasal 32
Singer Rampas Takau Arut-Timba ( denda mencuri/merampas perahu atau timba)
Penjelasan:
Pasal ini mencerminkan bukan karena barang itu langka atau mahal harganya, tetapi lebih menitikberatkan pada nilai/guna yang dominan bagi masyarakat pada umumnya. Lebih-lebih jika pemiliknya sedang sangat membutuhkan, sehingga dirasa sebagai unsur sabotase baginya.
Sanksi:
Perbuatan sedemikian diancam hukuman 15-30 kati ramu. Dapat diringankan kalau pencuri itu terpaksa berbuat karena menolong musibahnya atau musibah orang lain, atau dikembalikan barang itu pada pemiliknya.
Pasal 33
Singer Takau Rampas Bua-Pambulan (denda mencuri buah-buahan)
Penjelasan:
Kasus ini perlu penelitian yang lebih luas antara lain”
Apakah pohon itu ditanam sendiri oleh pengadu atau pohon buah warisan atau dibelinya dari orang lain.
Apakah tersangka mengambil sampai habis atau sambil merusak sarang buah, dahan dan batang buah itu.
Atau apakah buah itu untuk dijual.
Sanksi:
Pasal ini paralel dengan pasal 29 dan dapat dihukum denda 15-30 kati ramu, tetapi dapat ditambah atau dikurangi menurut pertimbangan pemangku adat berdasarkan hasil komisi, apakah mereka berfamili, apakah nilai curian itu dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Pihak yang bersalah atau bersama-sama menanggung ongkos perkara termasuk biaya persta adat, makan bersama pada akhirnya.
Pasal 34
Singer Takau Suhuk (denda merampas, menipu, mencuri, menyimpan, merampas barang orang di dalam rumah)
Penjelasan:
Pencurian/penipuan atau perampasan barang yang terjadi di dalam rumah yang sedang tidak ada orangnya atau ditunggu oleh orang lanjut usia atau anak kecil.
Sanksi:
Dapat diancam hukuman 20-45 kati ramu. Sambil memperhatikan unsur yang meringankan dan unsur yang memberatkan. Apakah dilakukan oleh orang yang belum bujang, barang ada yang kembali adalah sikap penyelesaiannya.
Apakah pelaku pernah berbuat demikian dan untuk apa barang itu digunakan.
Pelaku kejahatan ini menanggung biaya pesta adat makan bersama sebagai penutup singer.
Pasal 35
Singer Kabalangan Dagang (denda batal dagangan)
Penjelasan:
Barang dagangan yang sudah putus harga-jual belinya kemudian dibatalkan oleh penjual atau pembelinya tanpa alasan yang kuat, sehingga merugikan bagi salah satu pihak.
Sanksi:
Sikap demikian dapat dituntut 15-30 kati ramu. Lebih atau kurangnya tergantung pertimbangan para mantir adat, dan ditutup dengan makan bersama.
Pasal 36
Singer Balang Bagi Hasil Meto Pambelom (denda bagi hasil hewan ternak)
Penjelasan:
Memiliki induk hewan ayam, babi, sapi atau kerbau, sudah sepakat dengan selaku pemelihara, dengan perjanjian bagi hasil kalau sudah beranak selama ditangan pemelihara. Kemudian salah satu pihak membatalkan kesepakatan itu tanpa alasan yang kuat.
Sanksi:
Pihak yang merasa dirugikan boleh menuntut 10-30 kati ramu.
Pasal 37
Singer Karak Tawan Tatau (denda pembebasan keluarga yang mampu)
Penjelasan:
Si A dihukum oleh sidang pengadilan adat harus membayar sejumlah denda karena berbuat pelanggaran adat setempat sedangkan si A sendiri tidak mampu untuk membayar.
Sanksi:
Dalam keluarga yang mampu, demi tidak memalukan waris atau pihak keluarga, sedapat mungkin mereka berusaha membayar senilai denda itu, sehingga si A dapat dibebaskan dari sifat sebagai tawanan, sesudah keluarganya membayar singer karak tawan tatau.
Pasal 38
Singer Karak Tawan Jipen (denda adat pelepasan orang/keluarga yang tidak mampu)
Penjelasan:
Si A yang tidak mampu membayar sejumlah denda akibat perbuatannya, para keluarganya pun tidak mampu untuk membayar maka terpaksa dicarikan orang lain diluar lingkungan keluarganya atau siapa saja atau si B.
Sanksi:
Si A dengan sendirinya langsung dianggap menjadi budak si B atau dengan kata lain menjadi pembantu si B selama si A belum mampu membayar pengembalian uang si B yang disebut karak tawan jipen.
Pasal 39
Singer Nalinjam bahu Himba Balik Uwak (denda adat pinjam bekas ladang hutan perawan)
Penjelasan:
Si A berladang membuka hutan perawan menebang kayu-kayu besar, suatu pekerjaan yang berat dan sukar. Tahun berikutnya atau beberapa tahun belum digarap ulang olehnya. Garapan tahap kedua itulah yang disebut balik-uwak sebagai hak jasa si A pada garapan pertaqma.
Sanksi:
Jika si B mau menggarap bekas ladang itu, dia wajib membayar jasa si A selaku penggarap pendahulu sebesar: 1) pemberian sukarela. 2) beras dan ayam putih, batu asahan, besi parang, beliung san manas lilis.
Hak bekas ladan itu berikutnya sesudah digarap si B atau dua tahun, kembali menjadi hak si A seterusnya.
Pasal 40
Singer Pikir Tipu Anak Oloh ( denda adat memperdaya anak-anak)
Penjelasan:
Barang siapa memperdayakan atau sengaja menjalankan tipu muslihat terhadap anak-anak dengan maksud jahat terselubung merugikan orang lain dapat diancam dengan pasal ini.
Misalnya: si A adalah seorang anak tanggung, dibujuk atau diperalat oleh seseorang atau beberapa orang dewasa B untuk berbuat yang melanggar hukum. Dalam kasus yang demikian si A diperdaya atau diperalat oleh si B.
Sanksi:
Si B harus dihukum lebih berat dan si A hanya dihukum ringan atau dibebaskan. Paling tinggi si A dapat dituntut ¼ dan ¾ bagian dari beban denda.
Pasal 41
Singer Tuwe Talian ( denda adat tuba tepian tempat mandi)
Penjelasan:
Si A sendiri atau bersama-sama kawan bertemian mandi pada sebuah sungai atau danau/baruh. Tiba-tiba dikejutkan/terkejut karena tepian mandinya tercemar air tuba oleh pihak B dan kawan-kawannya yang tidak memberitahu terlebih dahulu rencana penubaan itu kepada mereka yang bermukim dihilir atau dibahagian perairan yang bersangkutan.
Sanksi:
Pihak A dapat menuntut pihak B singer tuwe talian sebesar 15-30 kati ramu, tergantung dengan pertimbangan para kepala adat setempat perihal berat atau ringannya denda tersebut diatas.
Pasal 42
Singer Kawin Hanjean Arep (denda adat kawin darurat oleh oknum pria dan wanita diluar jalur keadatan yang wajar)
Penjelasan:
Pria A dan oknum wanita B sebab menjalin perhubungan rahasia diluar pengetahuan masing-masing keluarganya, pada suatu saat dengan tekad yang bulat mempersekutukan diri dengan cara:
Oknum pria A datang menyerahkan diri ke rumah wanita B, serta menyatakan tekadnya kepada keluarga B atau sebaliknya, wanita B datang menyerahkan diri ke rumah pria A dan menyatakan tekadnya pada mereka.
Perbuatan nekat kedua insan ini mengejutkan para waris serta masyarakat adat setempat, sehingga tuan rumah berseangkutan mengundang para orang tua untuk bersidang mematutkan langkah-langkah berikutnya terhadap perbuatan A dan B yang dianggap kurang sopan itu dengan alasan: a) keduanya dianggap sudah berzina b) keduanya sudah merampas hak kedua orang-tuanya c) perbuatan yang memalukan waris pihak wanita.
Sanksi:
Jika A mendatangi rumah B, maka A dapat dihukum membayar:
Singer tekap bau mate sebesar 15-30 kati ramu bagi waris B.
Jalan hadat kawin keluarga B (takar gantang).
Sambil memperhatikan pasal-pasal 6-12.
Singer dosa-sala dan singer sala-basa (sala hadat).
Jika wanita yang datang ke rumah A maka semua nilai denda adat A ini hanya dibebankan separo saja terkecuali Tekap Bau Mate harus dibayar penuh. Perihal berat-ringannya sangat tergantung dengan pertimbangan para mantir adat setempat, demi tercapai sasaran keserasian lingkungan.
Pasal 43
Singer Adat Kawin Hajambua ( denda adat kawin kembar istri)
Penjelasannya:
Pria A yang atas pertimbangan pribadi, memadukan dua orang istri berkumpul dalam satu rumah, patut dan diwajibkan membayar saki palas bagi istrinya dan anak-anaknya atau anak tirinya bersamaan dengan pelaksanaan makan/minum bagi masyarakat setempat.
Sanksi:
A membayar pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian) untuk masing-masing istri dan anak, dan biaya pesta pesta potong babi atau sapi, manas lilis peteng, sanaman pangkit, palas darah, tampung tawar dan pelengkapnya di hadapan para orang tua.
Pasal 44
Singer Teren Katulas Nuang ( denda adat tega hati terhadap orang lain yang kena musibah)
Penjelasan:
Barang siapa yang tega hati atau dengan sengaja atau membiarkan dengan sengaja melalaikan kewajiban membantu orang lain yang sedang ditimpa bahaya. Misalnya:
- Tidak membantu orang yang sedang karam
- Tidak membantu orang yang sedang terluka parah.
- Tidak membantu orang yang sedang kenan musibah kebakaran.
- Tidak membantu orang yang hampir lemas tenggelam.
- Tidak membantu anak kecil yang sedang tersasar.
- Tidak membantu orang yang kena sakit mendadak.
- Tidak melerai anak-anak yang sedang berkelahi/bertengkar.
- Memberi keterangan bohonh kepada orang yang minta pertolongan termasuk saksi palsu dalam persidangan adat.
- Membiarkan atau tidak memberitahukan dengan sengaja musibah yang akan menimpa diri seseorang sedangkan ia mengetahui pasti kejadian itu. Atau sebagai bentuk musibah yang mirip seperti tersebut diatas dapat dikenakan ancaman pasal ini.
Sanksi:
Dapat dihukum paling tinggi 30 kati ramu bagi pihak yang jadi korban. Berat-ringannya tergantung pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 45
Singer Karusak Ramu ( denda adat kerusakan barang berharga)
Penjelasannya:
Orang yang merusak barang orang lain, dengan atau tidak sengaja, pasal ini tetap menuntut pertanggungjawaban. Berat atau ringannya sangat tergantung antara perbuatan sengaja atau tidak sengaja sebagai pertimbangan.
Sanksi:
Si perusak diharuskan memperbaiki kembali atau mengganti barang atau senilai barang itu.
Jika barang itu bernilai tinggi, diperlukan ketelitian pertimbangan para ketua adat menilai bukti kerusakan itu dan mutu perbaikannya sebelum memutuskan denda sebesar 15-90 kati ramu. Sepihak atau kedua pihak menanggung biaya pesta adat bersama sebagai penutup.
Pasal 46
Singer Hadat Tampahan Ramu (denda adat gantian barang yang rusak)
Penjelasannya:
A pemilik barang yang dirusak oleh B dan A membawa barang yang rusak itu sambil menuntut B mengganti dengan barang baru saja sesuai dengan isi pasal ini singer tampuhan jika B merusak barang itu dengan sengaja. Tapi jika tidak sengaja, hukumannya ringan saja.
Sanksi:
Kalau sengaja, B dihukum 15-30 kati ramu disamping pengganti baru barang itu atau membayar senilai harganya, dan barang yang rusak itu diserahkan pada B. Kalau tidak sengaja, hanya mengganti baru barang itu saja.
Pasal 47
Singer Panyahempak Tungkun ( denda adat penyempurnaan hukum kawin)
Penjelasan:
Pasal ini lanjutan penyempurnaan dari pasal 1, jika pasal 1 perihal perkara terhadap C, bekas suami wanita B. Maka pasal ini, perihal pria A sekeluarga berhadapan dengan wanita B sekeluarga. Pria A ingin menjalin rasa kekeluargaan mereka dengan wanita B sekeluarga karena mereka telah menjadi suami-istri.
Sanksi:
Pihak A membayar jalan hadat kawin kepada pihak B. Pihak A membayar singer panyahempak tungkun sebesar 15-30 kati ramu kepada pihak B, serta menanggung biaya pesta makan-minum.
Pasal 48
Singer Kehu Huma Lewu ( denda adat membakar rumah orang)
Penjelasan:
Akibat perbuatan A, sehingga terbakar rumah orang lain yang menimbulkan orang itu menderita banyak kerugian.
- Oleh pemangku adat diteliti dengan seksama apakah sengaja atau lalai/tidak sengaja, asal api itu dari si tertuduh.
- Demikian pula sebaliknya, kebenaran kerugian si korban yang diajukan, diteliti sebaik-baiknya. Kesemuanya didasarkan pada bukti, pengakuan para saksi-saksi yang meyakinkan.
Sanksi:
Para pemangku adat akan mempertimbangkan dendanya antara 15-200 kati ramu atau sampai menempu, jika tidak mampu membayar.
Pasal 49
Singer Kehun Karusak Kubur, Sandung Pantar (denda kerusakan/kebakaran kubur, sandung pantar)
Penjelasannya: Barangsiapa dengan sengaja membakar/merusak kuburan tua, yang nyata-nyata adanya sandung pantar di suatu tempat tertentu. Para pewaris atau orang yang baik hati mempunyai kewajiban menghornati dan melindungi tempat seperti itu.
Sanksi:
Dengan pasal ini, pelaku dapat dihukum dengan denda adat sebesar 30-45 kati ramu
Yang membuat kesalahan menanggung biaya pesta kecil di lokasi dengan korban babi, upah tukang tawur atau orang yang berkomunikaswi dengan para arwah yang meninggal sebagai pernyataan maaf.
Selain denda batun singer tersebut diatas, harus diberikan ayam hidup, lilis manas peteng, sanaman pangkit bagi pihak waris yang menerimanya termasuk pula biaya perbaikan sandung pantar itu seperlunya.
Pasal 50
Singer Tandahan Randah (denda adat tuduhan serampangan)
Penjelasan:
Barangsiapa yang seenaknya serampangan menuduh, merendahkan orang lain, ringan bibir, lancang, menghina, memburuk-burukkan orang lain sehingga memalukan orang tersebut dengan bicara yang menusuk hati, maka pasal ini dapat dikenakan baginya.
Sanksi:
Batun singer 30-45 kati ramu (2-3 jipen), menanggung biaya pesta damai adat untuk makan bersama saling maaf dan saling palas.
Pasal 51
Singer Tanda Hantuen (denda adat tuduhan hantuen atau koyang)
Penjelasan:
Barang siapa berani menuduh orang hantuen tanpa alasan yang kuat atau bukti-bukti yang meyakinkan, dapat dituntut berdasarkan pasal ini karena menyebut orang lain hantuen (manusia setan).
Sanksi:
Jika si penuduh tidak mampu membuktikan tuduhannya dikenakan denda adat sebesar 45-90 kati ramu (jipen 3-6)
Penuduh wajib menanggung seluruh biaya pesta adat damai makan bersama dan saling saki palas serta saling maaf.
Dilengkapi dengan pemberian ayam hidup, lilis peteng, sanaman pangkit, untuk penutup acara.
Keterangan:
Untuk membuktikan seorang itu hantuen atau tidak, sangat sulit/ langka sekali/pribadi sekali. Mirip dengan menusia harimau di Sumatra atau cerita drakula di Eropa.
Pasal 52
Singer Tandah Dosa Sala ( denda adat tuduhan zina)
Penjelasan:
Seorang pria atau wanita A yang menuduh B pernah berzina dengannya, sedangkan dia sendiri tidak berani hasapa (sumpah) secara adat, sedangkan si B sudah siap untuk bersumpah (hasapa secara adat). Jika demikian, A ternyata memfitnah B dan B dapat menuntut berdasarkan pasal ini.
Sanksi:
A diancam membayar B 30-60 kati ramu serta menanggung segala biaya pesta damai adat seperlunya.
Pasal 53
Singer Tandah Sarau (denda adat wanita hamil gelap yang menuduh pria serampangan)
Penjelasan:
Wanita A yang sedang hamil gelap (sarau) menunjuk pria B secar serampangan karena hanya merasa tertarik hati saja, bukan karena kebenaran yang terbukti/sesungguhnya. Dia tidak berani hasapa secara adat. Sedangkan B sudah bersedia (lihat pasal 7, 8, 9)
Sanksi:
Sikap wanita A yang sedemikian diancam hukuman 15-45 kati ramu (jipen 1-3) tergantung pertimbangan para pemangku adat setempat, sambil memperhatikan antara lain: taktis, kebingungan, sifat kedua-belah pihak yang bersangkutan selama pengusutan atau informasi lingkungan.
Keterangan tambahan:
Memang menjadi hal yang unik bagi para pemangku adat untuk menembus hati nurani rakyat yang sejujurnya dari seorang wanita yang sedang dilanda kebingungan dan panik saat hamil gelap. Keterangan saksi tidak mungkin karena perbuatan zina sangat pribadi. Justru itu para pemangku adat sangat mengandalkan teknik untuk membuktikan kejujuran nurani wanita yang bersangkutan, sehingga fakta lain hanya menunjang.
Pasal 54
Singer Kabalangan Jaon Janji (denda adat batal janji/ingkar)
Penjelasan:
Seseorang sudah berjanji dengan orang lain (A dengan B). A sudah berjanji pada B akan memberikan sesuatu atau dilaksanakan pekerjaan pada saat yang sudah disepakati bersama. Kemudian A tidak setia/ingkar pada janji itu sehingga merugikan sekali bagi B (janji dibatalkan oleh A).
Sanksi:
Dalam hal demikian, B dapat menuntut kerugian pada A berdasarkan pasal ini. Serendah-rendahnya 15 kati ramu dan setingi-tingginya sesuai keputusan para mantir adat setempat ditambah dengan biaya pesta damai secara adat untuk penutupnya.
Pasal 55
Singer Jaon Janji Hambai (denda batal janji hambai)
Penjelasan:
Sejak dulu dikenal beberapa hambai anak angkat, pahari angkat, bapak angkat yang latar belakangnya karena: penangisan di waktu bayi atau sering sakit, mimpi-mimpi yang beruntun, jasa-jasa baik yang berkesan bagi kedua-pihak, pemantapan rasa persahabatan yang kokoh lestari.
Adat hambai dapat terjadi antar keluarga, antar golongan maupun terhadap orang asing dikenal antara hambai masak. Hambai masak dikokohkan dengan acara khusus yakni pesta potong ayam dan babi, hatuhir takiri daha, kasansulang saki, saling beri/terima batun hambai sejumlah barang, dihadapan orang banyak sebagai pernyataan janji kedua belah pihak.
Sanksi:
Kemudian hari salah satu pihak berkata atau berbuat sebagai tidak setia dengan hadat hambai masak tersebut sehingga mengecewakan pihak lainnya (jago huang) dan merasa merugikan.
Pihak yang membatalkan dapat dihukum 30-45 kati ramu ditambah dengan penggantian akibat keruguannya.
Pasal 56
Singer Sule Kasalan Luang (denda adat kecewa kesalahan perantara)
Penjelasan:
A mengirim kabar/pesan penting, B menyanggupi akan menyampaikan pesan A kepada C di tempat lain. Nyatanya kemudian diketahui bahwa penyampaian pesan A tidak sempurna dan akibatnya A dan C dirugikan gara-gara perbuatan B sebagai perantara (luang).
Sanksi:
Rasa sule atau basule (kecewa) dari A dan C sehingga A atau C dapat menuntut B berdasarkan pasal ini. B dapat dihukum 10-30 kati ramu untuk A dan C.
Pasal 57
Singer Uhus Kumpang (denda adat uhus kumpang)
Penjelasan:
Keluarga A dan keluarga B bersama-sama ingin pindah rumah ke tempat lain. Pada waktu itu istri B sedang hamil.
Sanksi:
Sebelum A sekeluarga pindah, perlu diadakan pesta uhus kumpang demi menghormati kehamilan istri B sambil memberikan bingkisan-bingkisan.
Pasal 58
Singer Pali Karusak Hinting (denda adat kerusakan hinting pali)
Penjelasan:
Hinting Pali bahagian dari kepercayaan (ritual adat), dapat dipasang di ladang, di muka rumah, atau di sungai, berkaitan dengan penangkal hama padi, ritual pesta atau ritual sesudah kematian selama 3, 7, 14, 21 hari masing-masing menurut keperluan. Ditandai dengan rentangan tali pendek atau panjang, pancangan tombak, gantungan daun sawang yang ditandai dengan kapur putih dan lain-lain. Barang siapa mengejek atau merusak hinting pali itu sebelum waktunya akan dituntut hukuman adat sesuai pasal ini.
Sanksi:
Denda adat sebesar 15-30 kati ramu ditambah dengan biaya pesta damai potong ayam seperlunya, yang pada hakekatnya mendamaikan diri terhadap unsur roh gaib.
Pasal 59
Singer Tadahan Ramu (denda adat jual-beli barang curian)
Penjelasan:
Si A kehilangan barang bernilai, kemudian diketahui barang itu ada ditangan C, dibelinya dari B, maka A dapat menuntut berdasarkan pasal ini melalui pemangku adat agar barang yang ada pada C diperiksa dan diperkirakan.
Sanksi:
C dan B dianggap sekongkol mencuri, barang kembali pada A kecuali kalau C mampu membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Jual beli antara C-B menjadi batal, B dihukum bayar denda singer adat sebesar 75-100 kati ramu. Jika barang itu bernilai 500 kati ramu. Ditambah dengan biaya pesta adat damai seperlunya, dan biaya perkara ditanggung oleh yang bersalah.
Pasal 60
Singer Pahaliman/ Milim Bandung (denda adat menyembunyikan perbuatan zina orang lain)
Penjelasan:
Pria A berzina dengan wanita B, perbuatan buruk itu diketahui oleh C, agar tidak bocor rahasianya A memberi uang suruk (pahaliman) kepada C supaya diam. Kemudian perkara diketahui/terbongkar, jadi perkara A berzina dengan B dan C makan suruk.
Sanksi:
A membayar 15-30 kati ramu kepada keluarga/suami B, dan C dihukum 15-20 kati ramu bagi keluarga/suami B. A dan C menanggung biaya pesta adat dan ongkos perkara.
Pasal 61
Singer Pahaliman/Milim Takau (denda adat menyembunyikan barang curian)
Penjelasan:
Barang siapa yang ikut serta membeli, merahasiakan atau menyembunyikan barang-barang yang diketahuinya berasal dari hasil curian, lebih berat lagi jika hal itu dilakukan pada malam hari. Kemudian diketahui, walaupun mereka tidak ikut mencuri, tetapi dapat dianggap ikut membantu atau melindungi perbuatan jahat itu.
Sanksi:
Perbuatan sedemikian dapat diancam hukuman sebesar 15-30 kati ramu, sambil mengembalikan barang-barang tersebut kepada pemiliknya dan menanggung biaya perkara sesuai menurut adat setempat. Lihat pasal 28, 29, dan 30.
Pasal 62
Singer Sahukan Ramu (denda adat penyembunyian barang)
Penjelasan:
Barang siapa yang mengambil, menemukan atau kebetulan mendapat sesuatu barang milik orang lain yang hanyut atau ketinggalan, tercecer, tidak memberitahukan kepada orang pemilik barang/ menyembunyikan dengan maksud untuk memiliki.
Sanksi:
Dapat dihukum 15-30 kati ramu, berat atau ringannya tergantung dari pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 63
Singer Karak Sirat Dahiang (denda adat merusak sifat dahiang atau firasat diri yang baik)
Penjelasan:
Si A merasa mendapat firasat dahiang, mimpi atau pertanda yang baik atau keberuntungan di rumah, di ladang, atau di tengah perjalanan, di hutan. Untuk mengokohkan pertanda itu, dia membuat sesuatu yang disebut sirat nupi atau sirat dahiang atau menggantung hajat. Baik perorangan ataupun berkelompok dengan maksud jika sudah sukses nanti akan diacarakan (dikeramatkan). Kemudian datanglah si B mengejek atau merusak sirat dahiang itu, sehingga menusuk hati/merugikan si A.
Sanksi:
Perbuatan si B dapat dihukum/didenda 15-30 kati ramu untuk si A, ditambah dengan biaya perkara dan biaya pesta adat.
Pasal 64
Singer Lulut Ramu (denda adat tambahan nilai barang)
Penjelasan:
Si A meminjam bahan bangunan rumah yang baik pada si B dengan janji talisih (akan dikembalikan sama seperti asal dan sama jumlahnya). Pada waktu A mengembalikan barang itu dengan mutu yang sangat rendah, walaupun jumlahnya sama tapi mutunya tidak sehingga merugikan B.
Sanksi:
A dapat dikenakan denda sebesar lulut (tambahan nilai 15-30 kati ramu kepada B) ditambah dengan biay perkara berat atau ringannya denda tergantung pada pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 65
Singer Suruk Jangkut Amak (denda adat tertangkap basah tidur di kamar wanita)
Penjelasan:
Pria A tertangkap basah (kedapatan) tidur di kamar seorang wanita, dianggap sudah berbuat zina (habandung). Hal sedemikian sangat memalukan wanita atau waris dan suami wanita itu.
Sanksi:
Pria A dihukum denda membayar singer tekap bau mate sebesar 15-30 kati ramu kepada waris wanita dan singer dusa sala sebesar 30-60 kati ramu untuk ibu-bapak wanita itu. A juga menanggung biaya perkara, berat-ringannya denda/hukuman tergantung denganpertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 66
Singer Lungkun Tapang atau Uap Huma (denda adat masuk pintu rumah)
Penjelasan:
Si A masuk rumah milik keluarga B dan si A seorang diri tanpa ada tanda suara malah bersikap bersembunyi tapi akhirnya kedapatan oleh B, langsung dianggap berniat jahat.
Sanksi:
Perbuatan si A yang semikian dapat dituntut berdasarkan pasal ini dengan denda membayar 10-15 kati ramu untuk keluarga B.
Pasal 67
Singer Pahenyek Dusa Sala (denda adat penekan zina)
Penjelasan:
Pria A suami wanita B. Pria A diketahui berbuat zina dengan wanita C dan diketahui umum bahwa C sering menggoda suami orang lain.
Sanksi:
Si A dapat dihukum 30-60 kati ramu bagi pihak wanita C dan B istri A dapat menuntut wanita C sebesar 30-45 kati ramu. Berat-ringannya tergantung dengan pengadilan dan pertimbangan para mantir adat setempat. Biaya perkara dan biaya pesta adat perdamaian ditanggung oleh A dan C.
Pasal 68
Singer Tekap Bau Mate ( denda adat menutup rasa malu muka dan mata yang tercemar khusus pihak wanita)
Penjelasan:
Pria A yang berani membujuk dan melarikan anak gadis B diluar pengetahuan orang tua dan saudara (kawin lari) atau disebut hatamput. Hal sedemikian sangat memalukan waris B.
Sanksi:
Sebelum membicarakan masalah perkawinan A dan B, terlebih dahulu pihak A membayar atau mewujudkan nilai pasal ini (tekap bau mate) denda 30-45 kati ramu untuk pihak keluarga B. Sesudah itu baru boleh dibangun mufakat mengenai jalan hadat kawin dan pesta kawin. A menanggung biaya pesta adat perdamaian dan biaya sidang.
Pasal 69
Singer Kahanjean Balai/Hatamput
Penjelasan:
Pria A dan wanita B yang sudah bertekad kawin lari ke kampung lain dengan maksud menghoindar kemarahan keluarga/warisnya yang tidak setuju dengan tekad/kehendak mereka. A dan B meminta perlindungan dari bakas lewu (orang tua tua setempat). Oleh para mantir setempat, demi menghindari perbuatan zina oleh A dan B di kampung mereka, diadakan sidang acara di balai atau di luar rumah, disitu dipotong ayam untuk makan bersama dan sebagai pernyataan A dan B dihadapan orang banyak setempat, mereka mahanjean arep atas resiko sendiri. Dengan tawur behas membeitahukan kepada panggutin petak danum bahwa tindakan ini sebagai tindakan darurat, tidak berarti memperkosa hak-hak A dan B.
Sanksi:
Para mantir adat berusaha mengembalikan mereka pada warisnya agar diadakan perkawinan yang sempurna melalui jalan adat perkawinan yang baik.
Keterangan:
Pasal ini semata-mata berlaku untuk tindakan darurat demi menghindari perbuatan zina A dan B yang nyata-nyata nakal, bandel terhadap orang-tuanya sendiri. a dan B menanggung biaya pesta adat mahanjean, upah tukang tawur dan biaya sidang balai. Acara mahanjean balai sama sekali tidak menutup kemungkinan tuntutan singer adat lainnya dari pihak waris A dan B di kampungnya sendiri.
Pasal 70
Singer Hambai Kabalongan Hasang (denda adat hambai jasa utang nyawa)
Penjelasan:
Si A menyelamatkan nyawa B dari ancaman bahaya maut, dengan demikian B berhiutang nyawa terhadap A. Kedua pihak patut melaksanakan acara hambai masak untuk mengokohkan persaudaraan.
Pelaksanaan:
Dalam acara hambai, A dan B saling memberi tanda kenang-kenangan, potong ayam atau babi, saling saki palas, makan bersama dihadapan orang banyak setempat, hambai angkat bersaudara atau hambai angkat beribu-bapak.
Pasal 71
Singer Panangkalau Dusa Sala/Palanggar (denda adat melanggar istri orang lain)
Penjelasan:
Pria A sudah kawin dan beranak berumah-tangga dengan wanita istrinya B. Kemudian pria A berbuat zina dengan wanita lain (dusa sala melanggar nangkalau istrinya). Perempuan B dapat mengajukan keberatan atas perbuatan suaminya.
Sanksi:
Pria A dapat dihukum membayar denda sebesar 30-45 kati ramu untuk anak/istrinya (B) serta menanggung biaya saki palas darah babi, biaya sidang adat damai dihadapan orang-tua demi mengembalikan rasa kerukunan.
Pasal 72
Singer Panangkalau Bawi (denda adat melangkah pilihan gadis)
Penjelasan:
Pria A ingin memilih gadis C, adik kandung B. Sedangkan gadis B belum ada pasangannya. Bagi gadis C patut merendah melayani makanan, pakaian kakak kandungnya B sebagai tanda hormat untuk palis sebutan kuman naselu batu.
Pasal 73
Singer Tungku Balu Satengah (denda adat tungkun janda setengah)
Penjelasan:
Pria A yang kawin dengan wanita B, bekas istri C yang sudah lama merantau dan tidak juga mengirim belanja bagi istrinya. Perkawinan A dengan B dapat dilaksanakan asal dijamin oleh waris B jika C datang.
Sanksi:
Si A membayar jalan hadat kawin biasa dan harus pula membayar singer tungkun balu satengah sebesar 30-60 kati ramu bagi keluarga wanita B, biaya pesta adat kawin ditanggung bersama.
Pasal 74
Hadat Sirat Kota Panduh Lewu Huma (adat sirat kota persekutuan)
Penjelasan:
Bekas lewu kepala suku A, bakal berhadapan dengan musuh atau musibah kelaparan dan bahaya lainnya dapat menjalin persahabatan atau persekutuan dengan kepala suku/bakas lewu lainnya untuk sama-sama menanggulangi tantangan pembangunan mufakat janji saling setia dan saling bantu-membantu.
Pelaksanaan:
Dalam suatu pesta damai hambai masak bertukar darah, bertukar tombak, mandau dan tanda mata, atau anak buahnya boleh kawin-mengawin (pembauran).
Pasal 75
Hadat Pananggar Balu (adat jaminan untuk kesejahteraan janda)
Penjelasan:
Wanita janda A bekas istri almarhum B yang baru saja meninggal dunia. Waris B datang dan menghimpun para orang tua setempat dengan maksud menetapkan mufakat bersama dengan waris janda A.
Pasal 76
Hadat Panyanger Sapan Panende Bunu (adat panyanger perdamaian dalam sengketa)
Penjelasan:
Dua buah keluarga besar terdiri dari pihak A dan pihak B kedua pihak masing-masing tinggal di kampung yang berjauhan atau di sungai daerah lain dan tidak ada pertalian keluarga (silsilah). Kedua pihak pernah dalam suatu sengketa berat, tetapi sudah dituntaskan secara damai. Untuk lebih memantapkan dan mewujudkan tata krama perdamaian yang sudah terlaksana maka para pemangku adat berupaya agar kedua belah pihak hasanger (berkesan atau pawarangan). Pria dari pihak A selaku pihak yang membayar singer dan wanita dari pihak yang menerima singer atau yang sebaliknya.
Pelaksanaannya:
Pesta perkawinan A dan B harus potong hewan besar seperti mulai dari:
Air paduan tampung tawar
Cairan bening dari telor ayam
Darah ayam berbulu putih
Darah babi korban
Darah sapi korban
Darah kerbau korban dicampur jadi satu
Untuk saki palas mempelai berdua oleh kedua waris dan bersama-sama dengan para tokoh adat setempat.
Jalan hadat kawin ditata menurut takar-gantang pihak wanita diserah, diakui, dibayar dan disanggupi oleh pihak pria.
Perkawinan A dan B ini disebut dengan sapan panende bunu selaku perwujudan perdamaian secara maksimal, menurut tata krama keadaan purba.
Penetapan menetapkan:
Waris B memotong ujung rambut sang janda (membuang sial)
Waris B memberi, mengganti pakaian janda dengan kain putih
Waris B ikut serta menjamin kesejahteraan janda dan anak-anak
Mendaftarekan harta benda A dan B demi kepentingan tiwah dan jaminan anak yatim
Jika janda kawin baru, harus restu dari waris B dan A
Jika juanda kawin dengan pria pilihannya sendiri, sebelum tiwah almarhum B, dapat dikenakan hukuman pelanggar raung sebesatr 30-75 kati ramu (paralel dengan pasal 14)
Pasal 77
Singer Pangaturui Hayang Lilap (denda kehilangan teman kerja)
Penjelasan:
A dan B sejak lama berteman baik. Jika keduanya bersepakat berusaha di hutan atau merantau ke tempat tertentu, terjadi musibah salah satunya sesat atau hilang. Kehilangan A menjadi tanggung jawab B. Kesempatan pertama B memberitahukan kepada siapa saja, untuk meringankan tanggung-jawab, B berupaya mencari bersama orang banyak tapi tak ketemu. Sehabis waktu 3 (tiga) bulan, kalau tidak ketemu juga, A dianggap sudah mati.
Sanksi:
Sehabis waktu 3 (tiga) bulan, B dan keluarga A mengadakan acara hambai sesudah B membayar pangaturui sebesar 30-60 kati ramu. Biaya pesta damai adat ditanggung bersama. Selanjutnya B dianggap sebagai bagian dari keluarga A.
Pasal 78
Singer Kabehu Bawi Hatue (denda adat cemburu wanita atau pria)
Penjelasan:
Pria A berumahtangga dengan wanita B. Salah satu dari keduanya sangat pencemburu sehingga menimbulkan suasana yang memalukan pihak C yang diduga tanpa alasan yang kuat dan bukti yang nyata.
Sanksi:
Baik A maupun B yang cemburu sedemikian, dapat diancam hukuman pasal ini sebesar 15-30 kati ramu bagi C yang difitnah cemburu buta. Ditambah dengan menanggung biaya sidang dan biaya pesta damai.
Pasal 79
Singer Karusak Bawi Tabela (denda adat merusak wanita dibawah umur dengan perkosaan)
Penjelasan:
Pria A yang memaksa zina wanita B di bawah umur atau memperkosa, perbuatan ini dapat dituntut, diancam hukuman berdasarkan pasal ini.
Sanksi:
Pria A dihukum 45-90 kati ramu untuk wanita B dan 90-150 kati ramu kalau wanita itu dibawah umur (sebelum anak itu datang bulan/haid)
Pasal 80
Singer Nantai bandung (denda adat jabakan zina)
Penjelasan:
Pria A berumahtangga dengan wanita B. Pria A bermain serong/tersembunyi/terselubung zina dengan wanita C. Istri A tidak mampu mendapatkan bukti-bukti kecurangan suaminya, hanya mereka selalu cekcok/berantakan berkepanjangan.
Sanksi:
Berdasarkan pasal ini, wanita B dapat menerangkan lebih dulu kepada pemangku adat bahwa si A kumpul/serong dengan wanita C. Maka B akan menuntut singer nantai bandung sebesar 45-60 kati ramu. Berat atau ringannya, tergantung pertimbangan para mantir adat setempat dan biaya pesta adat dan biaya sidang adat ditanggung bersama A dan C.
Pasal 81
Sahiring Biat Malan Manana (denda adat sahiring biat, waktu berladang)
Penjelasan:
Pada waktu kerja (handep, hinjam, harubuh malam) atau bergotong-royong kerja. Akibatnya A mendapat luka berat atau akibatnya sampai mati (kena parang atau kena kayu/ketiban kayu yang ditebangnya) oleh B pada waktu mengerjakan ladang C.
Sanksi:
Jika si A luka berat atau luka biasa, maka B dan C bersama-sama menanggung biaya obat sampai A sembuh, ditambah singer biat 15 kati ramu, saki palas, lilis manas, sanaman dan ayam hidup untuk A. Tetapi jika A sampai mati maka biaya kematian dan biaya tiwah ditanggung oleh tiga bagian antara waris A, B dan C bersama-sama.
Pasal 82
Singer Sahiring Biat Buah Dundang (denda adat mati atau luka terkena perangkap/seradang/ranjau binatang)
Penjelasan:
Siapa saja yang berbuat dundang, penjaga ladang/kebun/atau semak belukar (tanduhan), akan bertanggungjawab jika dundang itu melukai atau mematikan orang/manusia dan akan diancam hukumandengan pasal ini. Dikenakan sahiring atau biat.
Sanksi:
Kalau korbannya hanya luka ringan, maka hukumannya denda 15 kati ramu ditambah saki palas darah babidan pesta damai serta pengobatan sampai sembuh.
Kalau luka berat, cacat seumur hidup maka hukumannya pengobatan sampai sembuh tambah saki palas dengan darah ayam hidup, potong babi, pakaian sinde mendeng, dan bantuan singer 60-90 kati ramu juga biaya pesta adat damai.
Jika korban sampai mati, maka singer sahiring sebesar 100-150 kati ramu, paramuan hantu, biaya ketika kematian sampai tiwah dan biaya pesta adat damai dan biaya sidang.
Berat atau ringannya tergantung pertimbangan dari hasil komisi, apakah dundang itu ada papar atau tidak dan apakahada tanda/ciri disekitar dundang atau jalan kebun itu.
Pasal 83
Singer Papas Dawa/ Karak Tandah (denda adat pembasuh tuduhan)
Penjelasan:
Pada mulanya si A dituduh berbuat kesalhan atau didakwa melakukan tindakan yang melanggar hukum oleh si Bsehingga akibatnya sangat merugikan si A. Di dalam pengusutan selanjutnya, ternyata si A tidak bersalah. Yang bersalah dalam perkara itu adaqlah si C.
Sanksi:
Dalam hal sedemikian, si A berdasarkan pasal ini dapat menuntut singer palapas dawa sebesar 30-45 kati ramu, manuk belom, pakaian sinde mendeng, lilis peteng, sanaman pangkit dari B dan C. Tinggi atau rendahnya nilai singer tergantung dengan besar atau kecilnya perkara dan tergantung pula dengan hasil pertimbangan para mantir adat setempat.
Pasal 84
Singer Katiwan Gila (denda adat perbuatan orang gila)
Penjelasan:
Si A diketahui sakit gila oleh warisnya dan masyarakat tetapi dibiarkan saja oleh warisnya. Kalau terjadi si A itu melukai atau membunuh orang lain, maka pihak waris si A yang gila, B, dianggap bertanggungjawab. Pihak korban C dapat menuntut sahiring atau biat karena kelalaian pihak waris A.
Sanksi:
Singer biat himang yang seringan mungkindan singer sahiring yang ringan dan yang lainpun seringan mungkin pula dari pihak B, bagi pihak C yang menjadi korban. Sebaliknya jika si A yang gila itu, luka atau mati terbunuh, perkaranya tidak ada tetapi dirawat oleh keluarganya saja dan bisa dibantu oleh masyarakat setempat.
Pasal 85
Singer Tambalik Jela (denda adat sebutan balikan lidah)
Penjelasan:
Pihak pria A kawin dengan pihak wanita B, jalur silsilah darah dapat dibenarkan sejenjang saja, baik dititi dari jalur darah ibu maupun dari silsilah darah bapak. Tetapi, terjadi silsilah sumbang atau salah jenjang dan jika dititi dari silsilah pihak ketiga (C), akibat perkawinan keluarga terdahulu, sehingga C seolah-olah terjepit (hapit hurui). Maka dengan pasal ini, C dapat menuntut singer tabalik jela pada waktu pesta perkawinan dilaksanakan (A dan B)
Sanksi:
Pihak A dan B patut membayar untuk C sebesar paling tinggi 15 kati ramu. Sifat singer ini pada hakekatnya sebagai penangkal tabu/palis dan bukan membatalkan perkawinan.
Pasal 86
Singer Kalahi Kadama Metuh Gawi (denda adat jika berkelahi pada waktu pesta/perayaan)
Penjelasan:
Setiap ada pesta adat perkawinan, kematian dan pesta sidang adat, pesta kecil atau besar. Selama pesta itu dilaksanakan, tidak boleh ada terjadi perkelahian, persoalan, huru-hara, lebih-lebih kalaui ada terjadi luka, mengeluarkan darah banyak atau sedikit, selaku menyaingi darah hewan korban pesta yang berlaku saat itu. Jika sampai terjadi hal-hal tersebut diatas, dapat dituntut denda adat dari ketua pesta adat itu atau penanggungjawab pesta itu.
Sanksi:
Barangsiapa berbuat gara-garaatau yang luka mengeluarkan darah, dikenakan denda sebesar 1-15 kati ramu, menurut besar-kecilnya pelanggaran menurut pertimbangan ketua dat setempat.
Pasal 87
Singer Karusak Pahewan, Karamat, Rutas dan Tajahan (denda adat kerusakan)
Penjelasan:
Barang siapa merusak pahewan, karamat, tajahan atau petak rutas yaitu tempat-tempat yang sudah dianggap mempunyai makan tertentu dalam kepercayaan atau harapan seperti tersebut diatas, akan dikenakan hukuman denda berdasarkan pasal ini. Menurut pola pandangan leluhur, bahwa manusia harus berlaku sopan-santun, juga terhadap unsur-unsur roh gaib yang tak nampak itu yang mana roh gain tersebut telah diatur agar bermukim ditempat-tempat tertentu. Kalau mereka diganggu, berarti akan merusak kelestarian lingkungan.
Sanksi:
Jika seorang atau beberapa orang yang mengejek atau membakar, menebas, menebang pohon disitu atau mencuri barang dari rumah disana (keramat), akan dituntut hukuman sebesar 15-30 kati ramu untuk waris atau untuk kampung yang paling dekat tempat itu dilaksanakan sama dengan pasal 49.
Pasal 88
Singer Naranjur Kulae (denda adat kambaen/ mengecewakan pengharapan teman)
Penjelasan:
A dan B sudah sepakat akan sama-sama berangkat mencari ikan atau berburu binatang dan berusaha. Pada waktu berangkat, tiba-tiba si B tidak jadi berangkat tetapi disuruhnya C sebagai penggantinya. Langsung A merasa kecewa karena hal demikian tersebut terjadil;ah kambaen B, jalannya perburuan akan menjadi sial/tidak mendapat hasil.
Sebagai tumbalnya (palis), si B harus memberi rambutnya, potongan kuku dan pakaian serba sedikit, diberikan kepada A dan C yang kan berangkat berburu atau berusaha.
Pasal 89
Singer Takian Pulau Bua Helu/Kaleka (perkara merebut kebun buah-buahan warisan)
Penjelasan:
Si A memelihara kebun buah-buahan yang ditanam oleh beberapa generasi yang lalu, sejalan dengan riwayat turunan anak cucu, pada umumnya semua mempunyai hak warisan dengan hasil buah tersebut. Biasanya orang yang merawatnya atau yang paling dekatlah yang paling tahu silsilah para pewarisnya, tetapi tidak menutup kemungkinan dia berusaha menanam pohon-pohon baru disekitarnya untuk mengelabui atau menggelapkan kebun warisan orang banyak. Tidak jarang pula pihak-pihak B ikut untuk meluruskan hal yang sebenarnya dengan pihak C, untuk membawa keterangan dan berambisi yang berbeda sehingga terjadilah suatu kasus yang berbelit-belit.
Pelaksanaan:
Kasus demikian sangat menuntut kemampuan para mantir adat dan pemangku adat. Diperlukan hasil komisi yang teliti, penyaksian yang luas. Sifat dan ambisi serta latar belakang yang berperkara, serta pendapat umum setempat sebagai bahan mantir dan pemangku adat untuk mempertimbangkan.
Pasal 90
Perkara Takian Holang Tana, Bahu, Kabun (perkara perselisihan batas ladang, kebun, dan bekas berladang dan bekas berkebun)
Penjelasan:
Perselisihan tata batas perwatasan, bekas ladang, bekas kebun merupakan hal yang rutin dibicarakan di lingkungan masyarakat adat. Walaupun biasa kadang-kadang menjadi persoalan/ permasalahan yang cukup rumit. Masalah pinggir sungai yang erosi, bahagian lain pinggir sungai yang bertambah, tanda batas yang tidak jelas, dan keterangan yang tidak lengkap, kesemuanya menjadi rumit persoalannya. Dua orang berselisish tata batas diperlukan bahan-bahan pendahuluan bagi para hakim adat.
Pelaksanaan:
Berita acara komisi di lapangan dan situasi lapangan, keterangan orang yang berbatasan langsung, keterangan para saksi masing-masing pihak dan pendapatumum setempat dan keterangan mereka yang berselisihan. Semuanya menjadi bahan para pemangku adat untuk mempertimbangkan keputusannya, jika perlu dipakai sistem padu atau menenung dengan sistem sumpah acara adat warisan. Dan biasanya selalu ditutup dengan pesta makan bersama, jika perkara itu sudah dapat didamaikan dengan keputusan dalam sidang adat itu.
Pasal 91
Perkara Takian Bahu Waris (perkara selisish pembagian ladang warisan)
Penjelasan:
Pembagian warisan dari sebuah rumah tangga suami-istri biasa disebut barang rupa tangan milik bersama suami-istri dengan hak yang sama. Secara umum, jika mereka resmi bercerai atas kehendak berdua, kecuali jika mereka ada anak (seberapa anaknya dibagi rata). Pada umumnya pula, jika seorang tua membagi harta kekayaannya baik harta di dalam maupun harta di luar rumah digunakan untuk:
Cadangan untuk tiwah (dua orang laki/istri)
Cadangan hari tua dan biaya kematian/penguburan
Selain itu, hartanya ditata dibagi sama untuk semua anak
Inilah pedoman umum keadatan warisan.
Pedoman pelaksanaan:
Mempelajari riwayat harta warisanyang disengketakan
Anak yang mana tempat yang terakhir sang pemilik harta
Daftar inventaris harta benda keseluruhan
Bagaimana penyelesaian jenasah, penguburan dan pelayanan tulang-belulang almarhum berdua
Daftar pewaris yang berhak dan apa, serta siapa yang menerimanya.
Inilah yang menjadi pedoman pelaksanaan bagi para pemangku adat dan jika perlu ditunjang dengan sistem sumpah secara adat.
Pasal 92
Hadat Panggul, Sapindang, Tatas lauk, Rintis Pantung, Tanggiran Sungai dan Danau (adat-istiadat mengenai macam-macam hak panggul, sapindang, tatas handel, tatas ikan, rintis jalutung, tanggiran, sungai dan danau)
Penjelasan:
Pada mulanya sejak jaman purbakala, segala macam hak dan kewajibvan, semuanya ditata, diurus, serta ditanggulangi dengan adat istiadat. Kemudian sejalan dengan perkembangan jaman dan jangkauan lembaga pemerintah daerah dengan ragam peraturan daerahnya, sehingga beban dan kewenangan lembaga adat kademangan semakin ringan dalam bidang fisik, materi, tetapi yang bertambah dibidang beban sikap moral. Adat-istiadat yang yang masih hidup dalam masyarakat perihal tersebut diatas dalam hal ragam usaha rakyat sambil mencari relevansnya dengan peraturan yang berlaku.
Penanggulangan:
Bagi para pemangku adat, dalam hal menanggulangi perselisihan atau perkara yang terjadi sepanjang apa yang tersebut di atas, tetap berprinsip pada hal sebagai berikut:
Riwayat materi yang disengketakan, komisi lapangan, keterangan pihak yang terdekat, tekanan pada hak pendahulu
Kadaluwarsaan dan keterangan para saksi, pendapat umum setempat, sumpah adat dan pesta perdamaian adat tetap menjadi mekanis, sistimatika pengusutan dan penutupan.
Pasal 93
Hadat Sapan Pahuni (adat mengenai kepahunan)
Penjelasan:
Latar belakang adat kebiasaan ini, apa yang disebut apa yang disebut kapahunan atau pahuni bertolak dari pola pandangan tiga besar indera tubuh yaitu pendengaran, penglihatan, dan perasaan, mewakili bereng, hambaruan, dan salumpuk (badan, jiwa dan roh). Justru itu, jika ada orang lain, dengan suaranya mengajak makan yang sudah tersedia, wajiblah dirasa walaupun dengan sentuhan fisik untuk menjangkau kepahunan suatu persyaratan alamiah yang bersifat pribadi.
Sanksi:
Adat kebiasaan ini akhirnya membudaya, menumbuhkan anggapan jika tidak dipenuhi tuntutan pra syarat tersebut diatas, maka terancamlah tubuh ini oleh musibah (luka, jatuh sakit, sial dan lain-lain) yang bisa mengakibatkan fatal. Lebih-lebih jika terhadap darah binatang korban, walaupun tidak sempat ikut makan dagingnya, asal sempat menyentuh darahnya, sudah cukup menjadi penangkal sumpah kepahunan (palis pahuni). Dalil lain dasar pandangan ini, bahwa tubuh kita yang tunggal terdiri dari tiga satuan unsur yang terpadu yaitu tubuh, jiwa dan roh.
Pasal 94
Hadat Hasapa/Hasumpah (adat mengenai sumpah)
Penjelasan:
Adapun latar nelakang adat warisan ini berpangkal dari pola pandangan hidup para leluhur, bahwa makhluk manusia ini sejak awal sudah dibekali dengan pesan-pesan sang Ranying (Tuhan Yang Maha Esa) untuk memiliki kemampuan menjadi pengurus lingkungan hidup di dalam dunia ini yang meliputi lima unsur: flora, fauna, manusia, arwah dan roh gaib. Dengan demikian, sistimatika apa yang disebut dalam bahasa daerah ‘belom bahadat’ termasuk hadat hasumpah, hasapa.
Pelaksanaan:
Dalam suatu acara khusus, sarana pimpinan seorang pisur (tukang tawur) sebagai menghidupkan fisik beras, diperintahkan menjemput beberapa roh gaib tertentu dan ilah-ilah tertentu pula, diundang, diperintahkan hadir serta berkarya sesuai tujuan acara khusus tersebut.
Kewibawaan:
Acara hasapa/hasumpah sedemikian itu hanya boleh dilakukan dalam suasana yang serius demi menegakkan nilai kebenaran terhadap perbuatan manusia yang sangat relatif. Dengan mekanisme itu, bukan wibawa manusia yang dipertaruhkan, akan tetapi wibawa tuhan yang dilibatkan.
Sistem padu, nenung ngundik (sistem meramal dengan daya roh gaib)
Sistem ini caranya lebih sederhana dan resikonya agak ringan serta tidak mengancam jiwa orang yang berbohong dalam memberi keterangan atau kesaksian dalam suatu sidang adat.
Juga, melalui tukang tawur yang memerintahkan roh beras untuk menjemput supaya roh gaib tertentu agar aktif berkarya melalui jari tangan orang yang berselisih dengan memilih, meraba (pisih) di dalam pasu yang berisi air dan sudsah dicirikan di muka umum (mirip permainan anak-anak).
Atau kedua orang yang berselisish, diberikan sedikit beras ketan yang sudah dibacakan doa untuk kemudian dikunyah, kemudian diludahkan diatas dulang yang mirip dimana cairannya yang kental mengalir menjadi pertanda benar atau salahnya keterangan seseorang.
Dapat pula masing-masing diberi kesempatan mendirikan sebutir telur ayam yang sudah dibaca diatas batang sumpitan yang sudah dilumuri minyak kelapa. Pihak yang salah selalu tidak mampu berdiri dan sebaliknya pihak yang benar akan mudah mendirikan telur diatas batang sumpitan tadi. Memang aneh, tapi nyata, karena unsur gaib ikut berkarya.
Pasal 95
Adat Eka Malan-Manana, Satiar Bausaha (adat tempat berladang dan tempat berusaha)
Penjelasan:
Latar belakang pemikiran leluhur, cenderung pada umumnya memilih lokai permukimandisekitar muara sungai sebab tanahnya agak subur, juga kemungkinan peranan sungai menjadi sarana jalan masuk hutan yang praktis dan memberi kemudahan tempat berusaha dan bercocok tanam serta untuk berburu. Sejak purbakala, sejangkau bunyi/suara pikulan gong yang menjadi satu-satunya alat pemancar bunyi yang nyaring untuk memanggil warga kampung yang sedang berusaha jika ada keperluan yang mendadak di kampung. Dalam radius kurang lebih 5 km keliling kampung (kiri dan kanan) sungai tempat permukiman penduduk dijadikan wilayah tempat bercocok tanam, berladang, berburu, dan berusaha secara turun-tenurun, membudaya mengakar menjadi adat kebiasaan yang tidak mudah dibasuh (secara awam, itulah apa yang dimaksud dengan hak ulayat adat).
Berkaitan dengan perobahan jalan, tentunya membawa ragam peralihan suasana membawa ragam peralihan suasana termasuk pula mempengaruhi pola pandangan yang semakin meluas sekaligus menuntut kemampuan masyarakat nusantara berpikir secara nasional, bertindak lokal dan yang wajar.
Sikap mewarisi nilai-nilai tradisional bukan seperti kita menarik mundur, tetapi menggali nilai-nilai positif untuk memperkokoh daya tekan terhadap nilai budaya yang negatif/asing yang melanda kebersamaan dengan ragam ilmu pengetahuan modern yang kita undang-undangkan dan perlukan.
Berhadapan antara perundang-undangan di satu pihak dan ragam adat-istiadat, kejelian kita diperlukan untuk menata, menggali relevansi yang berujud peraturan setempat dengan sebijak mungkin. Bukan untuk dipertentangkan tetapi untuk menjade renungan.
Menyangkut tempat berladang dan bertani serta lapangan berusaha, mutlak, karena menyangkut perut dan nafas hidup masyarakat adat rakyat Kalimantan pada umumnya dan ini tidak terlepas dari sasaran pembangunan yang sedang kita gumuli bersama.
Dalam rangka itu, dihimbau, jika kita memperhatikan UU Pokok Agraria, UU Kehutanan, dibanding dengan kebiasaan (adat) masyarakat Dayak Ngaju, terutama di daerah pedalaman yang pada umumnya masih makan hasil hutan, memang tidak mudah menyesuaikan diri dengan pola kehidupan modern seperti yang dimaksudkan oleh peraturan perundang-undangan tersebut. Lapisan bawah belum siap atau belum dipersiapkan berkenaan dengan pelaksanaan HPH, hak ulayat adat dan status desa permukiman. Bukan bermaksud mengubah UU tapi peraturan pelaksanaannya agar diperlunak bagi rakyat kecil. Damikian pula problema keagrariaan yang dalam proses pertelaan, para pemangku adat tidak diikutsertakan. Semoga dapat ditinjau kembali dalam peraturan pelaksanaannya di lapangan, untuk kelancaran bagi tujuan UU Pokok Agraria itu di daerah Kalimantan Tengah.
Pasal 96
Kasukup Singer Belom Bahadat (kelengkapan denda adat hidup kesopanan, beretika, bermoral yang tinggi)
Penjelasan:
Adapun ungkapan belom bahada adalah ungkapan yang lebih dominan bagi setiap orang suku Dayak Ngaju pada umumnya. Dapat dikatakan bahwa ungkapan ini merupakan kunci positif nilai kepribadian tradisional warisan asli daerah, warisan turun-temurun yang meliputi ruanmg lingkup peri hidup dan kehidupan serta kemanusiaan dalam arti fisik, mental dan spiritual. Sifat dan hakekat norma hukum adat ini, tidak hanya meliputi tata krama antar manusia saja, tetapi mencakup unsur flora, fauna, manusia, para arwah, roh gaib, dimana kedudukan manusia tampil sebagai pengurus lingkungan hidup dengan mekanisme tata krama belom bahadat (tata kesopanan yang menyeluruh), sopan terhadap unsur yang tampak maupun yang tidak tampak.
Pelaksanaan:
Segala bentuk peristiwa tidak terlepas dari hukum sebab-akibat, penyebabnya senantiasa dicari di dalam atau di sekitar lingkungan hidup sendiri. Tumbalnya serta kelestariannya pun harus mampu diurus oleh manusia. Segala bentuk pelanggaran atau pencemaran lingkungan hidup yang tidak termuat dalam pasal-pasal norma adat ini akan dipatutkan oleh tokoh pemangku adat setempat guna mencapai keserasian, kelestarian dan keseimbangan alam, lingkungan hidup lahir-batin.***
*Dari Kumpulan Tulisan Yather Nathan Ilon* berjudul Belom Bahadat. Yather Nathan Ilon, Damang Kepala Adat Kec. Basarang dan Kuala Kapuas sejak 1974-…… Ditulis ulang dengan sedikit perbaikan tata bahasa oleh Andriani S. Kusni.
Catatan Tambahan:
1 kati ramu sekarang nilainya sama dengan Rp 100.000,- (lihat wawancara Andriani S. Kusni dengan damang Nurtinus Lui)
DAFTAR PUSTAKA
- Catatan dari almarhum Damang Nyaring yang dicatatnya dari almarhum Lahing Tabias, dan
dicatat kembali oleh almarhum Pendeta A.R. Nyaring, desa Tampang, seorang cucu Damang Batu: Tentang riwayat Damang Batu, Beteng, dan Perdamaian.
- Catatan Yakup Sawung, S.H, 1972 : Tentang nama-nama peserta rapat perdamaian (catatan penyunting : sebagian tercantum dalam catatan yang diperoleh W.A.Gara)
- Catatan almarhum Damang A. Pijar, Tumbang Mahurai mengenai nama-nama peserta rapat damai. - Damang Salilah, AGAMA KAHARINGAN : SUSUN GAWI TIWAH SAMPAI BALAKU UNTUNG, LBSB UNPAR, Palangkaraya, 1977, h.116-118
- Prof.Dr. Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia, Penerbit Djambatan, Jakarta. 1990 - Prof. KMA M. Usop, M.A, ADAT ISTIADAT DAERAH KALIMANTAN TENGAH, Universitas Palangkaraya, PNPKD DPK, 1977/1978
- Bahan-bahan yang dihimpun oleh Panitia Pemugaran Makam Damang Batu di desa Tumbang Anoi, kecamatan Kahayan Hulu Utara, Kabupaten Kapuas, 1989/1990